Hidayatullah.com – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH. Hasyim Muzadi menyatakan, penanganan kasus terorisme harusnya tidak saja dengan penindakan sebagaimana tugas yang dilakukan kepolisian, baik BNPT maupun Densus 88.
“Saat ini yang ada hanya Densus dikasih duit tembaki orang-orang teroris, padahal masalahnya ini bukan soal hilir, tapi soal hulu,” ujarnya saat menjadi pembicara pada International Youth Conference on Countering Terrorism di Gedung Nusantara V, DPR-MPR RI, Senin (14/03/2016).
Menurutnya, yang tak kalah penting dalam menangkal terorisme adalah adanya upaya pemahaman agama yang baik dan benar.
“Masalahnya sekarang siapa yang mampu meluruskan mindset ini,” kata Hasyim.
Untuk itu, ia berpesan kepada ormas Islam khususnya, untuk mengambil peran yang mungkin tidak bisa diambil oleh lembaga formal semisal BNPT dan Densus dalam meredam tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama.
“Harusnya ormas Islam tampil untuk menyadarkan bahwa terorisme itu merugikan umat Islam, masyarakat, orang yang tidak bersalah, dan negara,” paparnya.
“Serta yang paling penting untuk disadari efeknya itu adalah bisa membuat umat lain untuk menyerang atau mengganggu Islam secara legal,” tambah pimpinan pesantren Al-Hikam, Malang ini.
Sehingga, terangnya, penguatan kembali tata hubungan serasi antara agama dan negara dalam bentuk yang rahmatan lil alamin menjadi suatu yang penting.
Walaupun demikian, ia mengaku, banyak faktor penyebab terjadinya kasus terorisme. Seperti faktor non agama yang diagamakan, atau menggunakan agama sebagai konflik.
Kasus politik misalnya, kata Hasyim, orang mau bangun gereja di tanah Jawa ini sulit, karena banyak Islamnya. Tapi orang mau bangun masjid di Kupang juga sulit, karena banyak Kristennya.
“Saya pernah minta izin untuk mendirikan masjid di Kupang, itu enam tahun baru keluar. Setelah tahun kelima saya tagih, kok belum dikeluarkan, jawabannya katanya menunggu pilkada. Lho apa urusannya pilkada dengan masjid. Berarti, ketelantaran masjid itu ada pentingnya untuk politik. Belum lagi faktor ekonomi,” tuturnya mengisahkan.*