Hidayatullah.com– Para nelayan dari Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (19/04/2016). Kedatangan mereka guna menyampaikan bantahan atas pernyataan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) soal kondisi ikan di Teluk Jakarta.
Para nelayan juga mengadukan nasib mata mencarian mereka yang dirasa tambah sulit. Hal itu diakibatkan aktivitas reklamasi yang membuat hasil tangkapan mereka menurun karena laut tercemar.
Suhali, salah seorang nelayan, misalnya, mengaku beberapa tahun belakangan, dirinya bisa memperoleh tangkapan hingga 50 kg sekali melaut. Namun kini menurun drastis, dapat 2-3 kg saja per hari.
“Sebelum reklamasi, ikannya juga besar-besar. Sekarang melaut dari jam 7, muter-muter, ketemu baru pas paginya,” ujarnya kepada hidayatullah.com di sela-sela kedatangannya ke kantor LBH Jakarta.
Senasib itu, Kalil, nelayan yang khusus budidaya kerang ijo ini merasa sedih dengan keadaannya saat ini. Ia mengaku sudah sangat sulit mendapatkan tangkapannya setelah adanya reklamasi.
“Sebelum ada reklamasi, budidaya kerang ijo melimpah ruah, namun dimusnahkan oleh reklamasi,” tuturnya.
Pemerintah Dianggap Tak Peduli
Sementara menurut Ketua KNT, Iwan, pemerintah sudah tidak peduli lagi dengan nasib para nelayan dan keturunannya.
Pasalnya, kata dia, laut yang menjadi tempat mereka menghidupi keluarga sudah rusak akibat aktivitas reklamasi.
“Kami menyatakan untuk berjuang merebut hak nelayan. Banyak nelayan yang tertindas karena ulah pengembang, kami sangat menentang sekali karena tidak memikirkan nasib nelayan dan keturunan nelayan,” ungkap Iwan.
Ia mengaku, dahulu ketika melaut tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan hasil. Baru melewati jarak 5 sampai 10 meter, tangkapan sudah sangat melimpah, baik ikan, keong, udang rebon maupun kepiting rajungan.
“Sekarang sampai bermil-mil juga nggak seberapa hasilnya,” keluhnya.
Belum lagi, lanjut Iwan, soal bahan bakar yang digunakan. Dahulu biasanya pakai solar 5 sampai 10 liter saja, sekarang perlu 30 hingga 40 liter.
“Kami sebagai nelayan tradisional sangat menolak reklamasi ini. Kami sangat ingin mencari keadilan untuk merebut kembali laut, tempat kami mencari nafkah. Karena laut itu milik nelayan,” tandasnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tak jauh beda, Hasyim, nelayan tengkulak ini, memang tidak ikut melaut. Ia hanya mengumpulkan hasil tangkapan dari para nelayan lain saja. Namun ia mengeluhkan hasil kepulan berapa tahun belakangan ini.
“Saya ini sebagai saksi hidup dari keluhan nelayan, karena mereka menjualnya ke kami,” tukasnya.
Hasyim menjelaskan, dulu ia setiap hari bisa menerima hasil tangkapan nelayan untuk dijualnya. Tapi saat ini, bisa tiga kali sehari baru terima.
“Karena melautnya hingga keluar dari Teluk Jakarta. Bisa sampai Karawang, Bekasi bahkan Indramayu. Atau sampai di Teluk Banten,” ucapnya.
“Siapa yang diuntungkan sih dari reklamasi ini, yang jelas bukan menguntungkan nelayan,” pungkasnya kesal.*