Hidayatullah.com – Anggota Komisi A DPRD Tanjungbalai, Hj Shofya Zahara menyesal adanya kerusuhan berbau SARA, meski demikian dia juga mengaku kaget dengan banyaknya Vihara atau Klenteng yang berdiri di Kota Tanjungbalai.
Hal itu ia ungkapkan ketika musyawarah dengan pengurus Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Al-Makshum, Forum Umat Islam (FUI), Kepala Lingkungan (Kepling), perwakilan Kemensos serta beberapa keluarga yang anaknya ditahan pihak Polres pasca kerusuhan di Masjid Al-Makshum, Tanjungbalai, Senin (01/08/2016).
“Ternyata ada hikmahnya juga kejadian (kerusuhan) ini. Selama ini kita tidak tahu kalau izinnya (Vihara atau Klenteng) ini tidak jelas,” ujarnya.
Sementara itu, Teddy Erwin dari Fraksi PKB mengatakan, bahwa banyak keberadaan Vihara yang salah penggunaan izinnya.
“Izinnya balai pengobatan tetapi secara fungsi adalah tempat ibadah,” ucapnya mempertanyakan.
Apalagi, kata dia, saking banyaknya berdiri Vihara atau Klenteng, ada masjid yang keberadaannya diapit keduanya.
“Jaraknya hanya 8 rumah saja, ini kan aneh” tandasnya.
Padahal, sambung Erwin, ada syarat yang harus dipenuhi dalam mendirikan rumah ibadah sesuai undang-undang. Terutama bagi agama yang jumlah pemeluknya tidak mayoritas.
“Mereka cuma beberapa KK (kepala keluarga) saja sudah mendirikan Vihara. Padahal syaratnya harus ada 90 KK,” tegasnya.
“Situasi ini kan dianaggap memanas-manasi,” tambah Erwin mewanti.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi A DPRD Tanjungbalai, Muhammad Yusuf, ia menyatakan akan memanggil pihak yang mengeluarkan izin tersebut. Apakah itu izinnya memang untuk ibadah agama atau balai pengobatan.
“Kalau memang ternyata Balai Pengobatan, harus dikembalikan fungsinya. Jangan sampai ada Vihara yang berlindung dibalik Balai pengobatan,” pungkas politis PPP ini.*