Hidayatullah.com–Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkap ada 3.000 anak laki-laki yang menjadi korban perdagangan anak yang menyasar klien penyuka sesama jenis kelamin di Indonesia.
Terkuaknya kasus tersebut dinilai sebagai momentum untuk serius mengesahkan permohonan judicial review (JR) atas pasal 292 KUHP selain pasal 284 dan Pasan 285 tentang perzinahan dan homoseks ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh warga masyarakat.
Ketua Presidium Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI), Sabriati Aziz, mengatakan permohonan JR tersebut dianyaranya dilatari adanya kekhawatiran merebaknya pengaruh kampanye perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang menyasar anak-anak.
“Sebelum semakin banyak jadi korban, harus ada kepastian hukum untuk perlindungan anak-anak kita. Negara harus hadir di sini melindungi mereka,” kata Sabriati Aziz kepada hidayatullah.com, Sabtu (04/09/2016).
Menurut Sabriati, judicial review terhadap pasal 292 tentang pencabulan dan lainnya itu agar dapat memastikan tidak ada kekosongan dan ketiadannya kepastian hukum terhadap asusila pencabulan yang kian mengancam generasi muda bangsa.
“Sehingga ini sangat dimungkinkan untuk mencegah terjadinya kasus perzinahan dan ancaman pencabulan seperti prostitusi gay anak yang mengkorbankan masa depan mereka,” katanya memungkasi.
Korban Ribuan
Sebelumnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyebutkan korban yang masuk dalam jaringan prostitusi gay anak jumlahnya lebih dari 99 anak.
Menteri Yohana menyatakan ada 3.000 anak laki-laki yang menjadi korban perdagangan anak yang menyasar klien penyuka sesama jenis kelamin di Indonesia.
Hal itu disampaikan Yohana kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja anggaran bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Menteri Yohana mengatakan data ini didapat pihaknya melalui pendataan beberapa bulan lalu dari seluruh daerah di Indonesia.
Karena itu Yohana menyiapkan langkah konkret berupa koordinasi intensif dengan lembaga di daerah yang berfokus pada perlindungan perempuan dan anak.
Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di kantornya, Jum’at (02/09/2016) menyatakan prostitusi anak online adalah pelanggaran berat sehingga meminta dilakukan tindakan tegas agar tindakan serupa tidak terjadi lagi.*