Hidayatullah.com – Pakar Hukum Universitas Indonesia, Heru Susetyo mengatakan, langkah uji materil pasal 284, 285, dan 292 KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis yang diajukan pemohon ke Mahkamah Konstitusi sudah tepat.
“Tidak ada masalah sama sekali, ini cara yang benar. Ini bukan cara yang ekstrim atau radikal, tapi diatur oleh Undang-undang,” ujar Heru kepada hidayatullah.com di Jakarta, Rabu (07/09/2016).
Pendiri Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia ini menjelaskan, justru apa yang dilakukan pemohon mampu memberikan dinamika dan prespektif lain dalam melihat pasal-pasal tersebut.
“Supaya DPR juga memperhatikan pendapat-pendapat tersebut jangan sampai DPR hanya mendengar dari salah satu pihak saja, harus arif,” tukasnya.
Heru memaparkan, bagaimana keputusan terkait pasal kesusilaan tersebut, nantinya tergantung siapa yang terlebih dahulu menyelesaikannya. Apakah uji materil di MK atau revisi KUHP di DPR.
“Kalaupun DPR menyelesaikan lebih dahulu revisi KUHP ya tak masalah, mana yang lebih dulu saja,” pungkas Doktor bidang Human Rights and Peace Studies di Mahidol University, Thailand ini.
Sementara itu, pada persidangan ketujuh, Hakim MK Suhartoyo mengungkapkan, rancangan KUHP yang di DPR tersebut sudah berjalan sejak tahun 1979, dan sampai saat ini pembahasannya tidak ada kepastiannya.
“Apa di sisi lain kita juga biarkan keadaan (maraknya kejahatan dan penyimpangan seksual) di masyarakat seperti itu terus,” kata Suhartoyo.
Sebelumnya, Pihak terkait dalam sidang perkara bernomor 46/PUU-XIV/2016 itu, yakni Komnas Perempuan dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berpendapat, MK tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan gugatan pemohon pasal 284, 285 dan 292 KUHP.
Koalisi Perempuan Indonesia Tak Setuju Uji Materi Pasal Zina dan Homoseksual
Pihaknya beranggapan, pembahasan tentang perzinaan, perkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis tersebut harusnya berada di legislatif.
“Dalam pandangan kami MK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara ini, kepentingan pemohon seharusnya disampaikan ke DPR dan pemerintah yang saat ini sedang proses revisi KUHP,” ujar Azriana.*