Hidayatullah.com–Pemerhati Politik Internasional, Arya Sandhiyudha mengatakan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) haru segera turun ke lapangan melihat aksi kekerasan terbaru terhadap etnis Muslim Rohingya di Myanmar karena dimungkinkan adanya pembantaian etnis.
Pernyataan ini disampaikan terkait peristiwa pembakaran di beberapa desa Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar dalam sebulan ini.
“Harus ada investigasi oleh PBB untuk melihat ke lapangan, tidak hanya hancurnya 430 bangunan di tiga desa utama Rakhine, tapi juga terhadap korban jiwa. Sangat mungkin masuk kategori pembantaian etnis secara massal,” demikian disampaikan Arya Sandhiyudha dalam pernyataanya yang dikirim ke redaksi Senin (21/11/2016).
Sebegaimana diketahui, kekerasan terhadap etnis Rohingya meningkat dalam dua bulan ini. Aksi kekerasan terbaru terjadi di distrik Maungdaw Utara antara 22 Oktober hingga 10 November, dimana tentara Myanmar diduga melakukan tindakasn represi hingga pembantaian warga Rohingya dan pembakaran desa tersebut.
Gambar Satelit Jelaskan Lebih 400 Bangunan di Tiga Desa Etnis Rohingya Dibakar
Dugaan ini didukung gambar satelit yang tidak hanya mengkonfirmasi luasnya kerusakan di desa-desa utama, namun juga mayat-mayat warga Rohingya yang bergelimpangan. Menurut HRW, kerusakan terjadi di tiga desa utama: Pyaung Pyit, Kyet Yoe Pyin, dan Wa Peik.
Arya yang juga Direktur Eksekutif Madani Center for Development and International Studies (MaCDIS), berpendapat dasar konflik berkepanjangan ini karena tidak diadopsinya etnik Rohingya sebagai etnik yang diakui Myanmar.
“Ketegangan antara otoritas Myanmar dan masyarakat etnis Rohingya, berakar dari represi dan diskriminasi pemerintah terhadap warga etnik Rohingya. Isolasionisme Myanmar masih ekstrim, yang etnik Rohingya masih tidak diberlakukan setara sebagai warga Myanmar,” ujarnya.
Tentara Myanmar mulai dikerahkan besar-besaran ke Maungdaw sejak bulan Oktober, setelah terjadi pembunuhan terhadap sembilan polisi perbatasan di sepanjang perbatasan barat laut negara itu dengan Bangladesh.
Militer Myanmar Lakukan Pemerkosaan terhadap Wanita Rohingya
Sementara, mayoritas korban adalah Muslim Rohingya, yang oleh warga Buddha kerap disebut sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Menurut doktor Bidang Hubungan Internasional lulusan kampus Turki, tragedi Rohingya merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dekade ini, “Mereka didiskriminasi sebagai warga negara, padahal telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. Sampai sebagiannya bertaruh nyawa untuk kabur berlayar, daripada dibantai di Myanmar”
Islam masuk wilayah Arakan Myanmar sejak tahun 788 Masehi. Di masa itu, bahkan pernah berdiri Kerajaan Islam di Arakan. Bahkan kerajaan Islam Arakan. Kata Arakan berasal dari Bahasa Arab arkaan, dari kata dasar rukn (artinya rukun). Jumlah penduduk Myanmar ditaksir sekitar 50 juta orang. 15% dari jumlah tersebut adalah muslim yang mayoritasnya adalah orang-orang Arakan. 70% dari penduduk Arakan adalah muslim. Sisanya adalah orang-orang Magh, orang-orang Arakan yang beragama Budha Theravada. Dan kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Meskipun telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi etnis Rohingya dianggap sebagai imigran legal oleh kelompok Buddha dan pemerintah. PBB menyebut Muslim Rohingya sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia.*