Hidayatullah.com – Ahli Hukum eksepsi Majelis Ulama Indonesia Penasehat Hukum (MUI), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok konsisten dengan dakwaan Abdul Chair Ramadhan mengatakan, jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU/PU) atas eksepsi (PH) terdakwa kasus penistaan agama sebelumnya.
“PU sangat cerdas dengan hanya menjawab hal-hal substansial PH yang terkait dengan dakwaan PU,” ujarnya dalam keterangan yang diterima hidayatullah.com, Selasa (20/12/2016).
“Diluar hal itu PU tidak memberikan tanggapan, ini benar agar jawaban lebih fokus dan tidak bias,” tambah Chair.
Sidang Kedua Ahok, JPU Diharapkan Mampu Patahkan Eksepsi Terdakwa dan PH-nya
Ia mengaku sependapat, dengan penegasan PU tentang sistematika dan logika yuridis perumusan Pasal 156a KUHP dan Pasal 156 KUHP yang menjadi basis kekuatan dakwaan yang akan dibuktikan oleh PU, yakni setiap unsurnya baik unsur objektif (actus reus) maupun unsur subjektif (mens rea) pada waktunya kelak.
Chair juga mengungkapkan, PU telah tepat dengan mengatakan bahwa dalam hal penodaan agama tidak memerlukan adanya tindakan pendahuluan berupa peringatan.
“Karena sifat delik pada Pasal 156a KUHP tidak membutuhkan adanya syarat,” jelasnya.
Hal itu, terangnya, sesuai dengan maksud pembentuk UU Nomor 1/PNPS/1965, bahwa perbuatan dalam rumusan Pasal 156a huruf a KUHP semata-mata ditujukan pada niat jahat atau dalam dogmatika yang disebut dolus malus.
Anggota Komisi Hukum dan Perundangan MUI ini menambahkan, terlebih lagi kualifikasi delik adalah formil, baik pada huruf a maupun huruf b, sehingga tidak ada keterhubungan antara huruf a dan huruf b sebagaimana dipahami oleh PH sebagai delik komulatif-materil.
“PU bahkan menegaskan bahwa belum pernah ada putusan pengadilan yang mensyaratkan masuknya huruf b dalam rumusan huruf a, tegasnya tidak ada yurisprudensi yang mengatakan kualifikasi komulatif-materil,” pungkasnya.*