Hidayatullah.com – Komisi untuk Orang Hilan dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, skenario pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) tidak dengan suatu alasan yang kuat.
Koordinator KontraS, Yati Andriyani mengungkapkan, negara memang mempunyai kewenangan membatasi hak-hak kebebasan berekspresi dan berserikat. Tetapi pembatasan itu harus dilakukan dengan prasyarat yang ketat dan argumen yang kokoh.
Baca: Anggota DPR: Pembubaran HTI akan Menarik Jarum Sejarah Bangsa ke Masa Orde Baru
Namun, menurutnya, pembubaran suatu organisasi harusnya upaya terakhir (the last resort) yang memungkinkan ditempuh negara.
“Itupun dengan catatan negara memiliki model penegakan hukum yang efektif sebelum upaya the last resort ini ditempuh,” ujarnya di Kantor KontraS, Jakarta, Selasa (09/05/2017).
Sedangkan, terang Yati, dalam kasus rencana pembubaran HTI oleh Menko Polhukam, KontraS tidak melihat praktik penegakan hukum yang teruji dan konsisten dalam isu pengelolaan dinamika hak berorganisasi di Indonesia.
“Karena kalau tidak dipenuhi, kerentanan subjektivitas penguasa akan mudah terjadi,” ungkapnya.
“Dan kita akan kembali lagi kepada suatu rezim yang dengan mudah dan tanpa aturan hukum maka sebuah organisasi dapat dibubarkan,” tandas Yati.*