Hidayatullah.com– Setelah mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ridha Ahida, bersama civitas akademik, Jumat (23/03/2018), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan sama sekali tidak benar, kalau beredar larangan pemakaian cadar oleh pihak kampus IAIN Bukittinggi.
“Intinya civitas akademik IAIN Bukittinggi hanya menegakkan kode etik cara berpakaian di lingkungan kampus, dengan cara membuat edaran yang berlaku pada dosen, seluruh civitas akademik, mahasiswa dan mahasiswi, agar mematuhi segala aturan yang telah disepakati,” ujarnya lansir KBRN.
Baca: Soal Pelarangan Cadar, HMI Nilai Perlu Kedepankan Musyawarah
Menurut Lukman, dalam kode etik itu diatur norma sopan santun, tindakan, perbuatan, perkataan, serta tata cara berpakaian bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini juga merupakan upaya yang dilakukan pihak Kampus untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.
“Selaku Menteri Agama saya harus menghormati dan menghargai otonomi dan kemandirian Kampus IAIN Bukittinggi dalam mengatur rumah tangganya sendiri, karena itu merupakan wewenang mereka, apa saja kebijakan yang akan diterapkan,” terangnya.
Lukman menambahkan, orang memakai cadar atau tidak itu diserahkan kembali pada pribadi masing-masing, karena ini merupakan persoalan khilafiyah atau hukumnya tidak disepakati para ulama dalam ajaran Islam.
Baca: Tanggapan IAIN Bukittinggi soal Cadar Dinilai Tak Sesuai Harapan
“Kita sama sekali tidak mengatur persoalan khilafiyah ini. makanya kami serahkan kepada masing-masing pihak, yang diatur Perguruan Tinggi ini adalah kode etik dalam mengenakan pakaian, dan itu ketentuannya sangat rinci sebagaimana yang diatur. Hal inilah yang ingin ditegakkan, dan semata-mata diatur bagaimana proses belajar mengajar dan seluruh pelayanan akademik lancar dengan baik. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan persoalan khilafiyah,” jelasnya.
Menanggapi kedatangan Menag, Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menuturkan, sesuai yang dikatakan Lukman, memang itu yang dilakukan civitas akademik Kampus.
Baca: Komnas HAM: Pemakai Cadar Punya Hak Asasi, Harus Diakomodasi
“Kami tidak melarang cadar, tidak ada masalah liberalisasi segala macam, Kami menginginkan kampus yang kondusif dan proses belajar mengajar terlaksana dengan baik. Tentu kami membuat kode etik yang tidak keluar dari syariat Islam sebagai kampus Islam. Salah satunya kami atur cara berpakaian,” ungkapnya.
Menurut Syahrul Wirda, tidak ada tujuan politik, bisa dilihat sendiri begitu tenangnya suasana di Kampus ini, tidak ada masalah. Kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Pelayanan dengan mahasiswa juga berjalan dengan baik, tanggal 5 April nanti IAIN Bukittinggi juga akan Wisuda.
“Kondisi Kampus sejauh ini aman, masalah larangan memakai cadar tidak ada sama sekali. Jadi kalau kode etik itu dijalankan dengan baik semua orang akan terayomi. Kalau kita berkomunikasi, contoh saya pakai cadar. Tentu tidak kelihatan kan, itu saja yang kami batasi. Di luar pelayanan-pelayanan itu, silakan lah dia pakai cadar, dan kami meminta waktu proses belajar mengajar, layanan, dan bimbingan, agar dosen bersangkutan tidak memakai cadar,” tukasnya.
Sampai kemarin, sambung Syahrul Wirda, pihak Kampus menunggu hasil istikharah dosen Bahasa Inggris bernama Hayati Syafri yang memakai cadar, dan kondisinya saat ini diistirahatkan. Tapi keputusan dari istikharahnya belum disampaikan, dan diharapkan keputusannya itu segera disampaikan, sehingga permasalahan ini selesai dengan solusi yang ditempuh.
Baca: Kemenag Minta Perguruan Tinggi Hati-hati soal Larangan Bercadar
Seperti yang diberitakan sebelumnya, menanggapi adanya kode etik yang telah disepakati pihak Kampus IAIN Bukittinggi tentang tata cara berpakaian, Rektor Ridha Ahida bersama civitas akademika menyatakan komit tetap melarang pemakaian cadar bagi dosen dan mahasiswi saat berada di lingkungan kampus, terutama saat proses belajar mengajar di ruang kelas.
Menurut Ridha Ahida, pihak Kampus tetap berpegang teguh pada komitmen yang telah disepakati melalui surat edaran per tanggal 20 Februari 2018, sehingga aturan ini wajib dipatuhi oleh seluruh dosen dan mahasiswa/mahasiswi, dan hingga sekarang imbauan itu terus diingatkan pihak kampus untuk dipatuhi dan dijalankan.
Penegasan ini disampaikan Ridha Ahida kepada awak media, Jumat (16/03/2018), sekaitan dengan teguran yang diberikan kepada seorang dosen PNS dengan mata kuliah Bahasa Inggris bernama Hayati Syafri, yang memakai cadar di lingkungan kampus, dan saat mengajar di kelas, sehingga saat ini dosen bersangkutan diistirahatkan dari kegiatan kampus.
“Hayati Syafri merupakan dosen yang mengajar speaking atau berbicara, yang dalam proses mengajar membutuhkan ekspresi wajah, mimik dan intonasi, dan kondisi selama ini yang bersangkutan mengajar memakai cadar, sehingga timbul keluhan oleh mahasiswa dan mahasiwinya, karena saat penyampaian materi menjadi kurang maksimal,” jelasnya.*
Baca: BEM IAIN Bukittinggi Desak Kampus Kaji Kebijakan Larangan Cadar