Hidayatullah.com– Koordinator Pelaporan Bela Islam (KORLABI) meminta aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dimanapun dan apapun jabatannya harus memandang bahwa semua orang sama di mata hukum.
Ketua Korlabi Damai Hari Lubis menyatakan, pihaknya membandingkan kinerja antara penyidik kepolisian Bareskrim Polri di Gambir, Jakarta Pusat, dengan kinerja Polres Tarakan, Kalimantan Utara, terhadap pelaku penista agama yang sama-sama menistakan ajaran Islam (Sukmawati Soekarnoputri dan Dendi Rahmadila/DR).
DR, sebutnya, seorang pelaku yang hanya dalam 1 hari sejak mengunggah tulisannya di Facebook miliknya pada 5 April 2018 , sore pukul 17.30, esok harinya tanggal 6 April 2018 DR langsung ditangkap dan ditahan oleh penyidik Polres Tarakan, Kaltara, setelah DR dilaporkan ormas dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tarakan. Karena DR dianggap dan diduga melakukan pelecehan atau penistaan terhadap agama yang tertera pada pasal 156 ayat (a) huruf a, dimana DR diduga menistakan suara adzan. DR menyebut dalam postingannya di FB, bahwa suara penyanyi “goyang jaran lebih merdu dari suara adzan”.
Baca: Irena Center juga akan Melaporkan Sukmawati ke Bareskrim Polri
Berkaca dengan gerak cepat dari MUI dan Polres Tarakan, menurut Korlabi, adalah sebuah contoh positif atas due process of law atau proses penegakan hukum serta sinergi hukum yang baik antar peran masyarakat (ormas dan lembaga MUI Tarakan) selaku pelapor dan Polres Tarakan selaku lembaga penegak hukum.
“Di satu sisi adalah kerja aparatur hukum kepolisian (Polres Tarakan) selaku lembaga penegak hukum, di sisi lainnya adalah peran serta masyarakat (MUI Tarakan) yang melaporkan karena mengetahui akan adanya pelaku tindak kejahatan dalam bentuk adanya pelanggaran perundangan-undangan oleh seorang anggota warga masyarakat yang bernama Dandy Rahmadila,” ungkap Damai dalam siaran persnya kepada hidayatullah.com disampaikan oleh Sekjen Korlabi Habib Novel Bamukmin, Ahad (08/04/2018).
Sehingga, lanjutnya, Polres Tarakan, maupun Kapolres Tarakan AKBP Dearystone Supit, dan jajarannya, serta MUI Tarakan, bisa menjadi acuan serta pantas diberikan apresiasi atau penghargaan oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
“Dan segera dijadikan contoh proses penanganan pada peristiwa hukum yang identik,” imbuhnya.
Khususnya, kata dia, sebagai suri tauladan oleh Kapolri terhadap kasus Sukmawati atas dugaan penistaan terhadap agama Islam, yang bahkan gaungnya justru sangat berdampak ketidakpercayaan masyarakat kepada aparatur penegak hukum. “Karena telah membangkitkan sensitifitas ormas Muslim dan para ahli hukum di Jakarta dan daerah-daerah wilayah hukum lainnya dan telah terbukti banyaknya laporan-laporan kepada pihak penyidik Polri.”
Kata Damai, terkait laporan- laporan terhadap perbuatan Sukmawati yang sama seperti yang dilakukan oleh Tersangka DR yang langsung ditahan, maka Penyidik Bareskrim Polri agar tidak terkesan pilih tebang dan tumpul ke atas, tajam kebawah. “Juga mencegah semakin terkondisikannya citra buruk Polri selaku pengayom dimata masyarakat yang diayominya.”
Baca: Puluhan Ribu Umat Islam Aksi Turun Jalan Tuntut Sukmawati Diadili
Damai Hari Lubis dan Novel Bamukmin mengimbau penyidik Polri yang berkompeten untuk segera memproses dan menahan Sukmawati agar Korp Polri tidak semakin tercoreng. “Karena semua harus diperlakukan sama di mata hukum. Jangan hanya kepada ‘murid’ (DR) langsung ditahan.”
Jangan hanya dalam kasus DR, katanya, atas kasus Sukmawati pun yang mengaku sebagai Muslimah juga anak proklamator harus diperlakukan sama.
“Karena setiap penista agama harus diterapkan penegakan hukum yang sama, ‘tidak pilih bulu’, dan tidak ada yang lolos dari jerat hukum karena semua kasus penista agama yang dilaporkan semua sudah terjerat sanksi hukum.
Terhadap MUI Pusat, KORLABI mengimbau jangan lagi membuat statemen pembelaan terhadap pelaku pelecehan syari, melalui intervensi terhadap hukum. Terkecuali dalam hal pelaksanaan tupoksinya,” pungkasnya.
Baca: ‘Jika Kasus Sukmawati Dihentikan, Penodaan Agama akan Dianggap Sepele’
Langkah MUI dan Polres Tarakan
Sebelumnya diketahui, menindak lanjuti dugaan ujaran kebencian mengandung unsur penistaan agama yang dilakukan seorang berinisial DR melalui akun Facebooknya, MUI bersama ormas Islam menyambangi Polres Tarakan, Sabtu (07/04/2018) sekitar pukul 09.00 WITA, untuk membuat laporan aduan terhadap DR.
Usai membuat laporan di ruang Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Wakil Ketua MUI Tarakan, Ilham Noor, mengungkapkan, meski datang bersama ormas Islam, pada prinsipnya yang melaporkan DR yakni tetap MUI Tarakan.
“Untuk point penting dari laporan tersebut yakni, akun milik DR yang mengandung ujaran kebencian atau penistaan agama, membuat resah masyarakat khususnya umat Islam. Selain itu dianggap melecehkan syariat Islam. Ini sudah kita laporkan, selanjutnya kita ikuti aturan hukum ini. Kita juga imbau masyarakat agar tetap tenang dan jangan ada yang terprovokasi,” ucapnya di depan ruang SPKT Polres Tarakan lansir KBRN.
Baca: KSHUMI: Permintaan Maaf Sukmawati Tak Menghapuskan Perbuatan Pidana
Di sisi lain, Kapolres Tarakan AKBP Dearystone Supit, melalui kasat Reskrim, AKP Choirul Yusuf, mengaku, sudah menerima laporan yang dibuat oleh MUI Tarakan. Meski laporan itu baru dibuat, dari hari sebelumnya (Jumat, 06/04/2018), pihaknya sudah mengamankan DR guna menghindari amarah masyarakat. Selanjutnya dari Sat reskrim akan memulai pemeriksaan terhadap DR, dan mengumpulkan keterangan saksi mata.
“Kemarin (Jumat, Red) kami amankan DR di kelurahan Kampung satu skip. Awalnya dia tidak mau bertemu kami, alasannya sedang berada di kapal. Tapi saat kami mencari tahu informasi, ternyata DR berada di sebuah rumah bilangan kelurahan kampung satu sip, sehingga kami ke sana menjemputnya, dan tidak ada perlawanan dari DR.
Sementara untuk alat bukti yang kita amankan yaitu berupa akun Facebook dan HP yang digunakan DR. Kalau memang benar terbukti bersalah, DR bisa dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE berbunyi menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan SARA , dan pasal 27 ayat (3) junto pasal 45 ayat (3) tentang penghinaan, dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara,” tuntasnya.*
Baca: MUI: Sukmawati Tidak Terlalu Memperhitungkan Dampak Puisinya