Hidayatullah.com– Mencermati rentetan kasus dari insiden kerusuhan di Rutan Mako Brimob, Depok, sampai pengeboman di Surabaya, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar (BWU) menilai, penanganan Polri terhadap kasus-kasus itu cenderung belum profesional.
Dalam konteks hubungan antara tugas Densus 88 dengan terorisme, menurutnya, Densus 88 perlu diaudit.
“Mengapa sampai kecolongan dalam hal kewaspadaan dan lemah insting gelagat gerak teroris. Ini lebih penting diperbaiki daripada penilaian terhadap UU Terorisme yang sudah ada,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Senin (15/05/2018).
Baca: Pembahasan RUU, Definisi “Teroris” pada UU Terorisme Dinilai Negatif
Saat ini, menurut BWU, bukan waktunya polisi menyampaikan berbagai analisis.
Yang mesti dilakukan, kata dia, adalah mengatur taktik dan strategi keamanan, serta mendeteksi dan mengawasi daerah-daerah terutama kota-kota besar.
“Agar tidak kebobolan lagi dan masyarakat merasa tidak was-was,” katanya.
Ia menegaskan, upaya pencegahan terhadap terorisme harus dibenahi benar-benar secara komprehensif.
“Jangan mengandalkan penindakan saja. Menurut saya kewenangan polisi dalam UU (Terorisme) yang ada sudah cukup besar,” ucapnya.
Baca: Pelibatan TNI Lewat Revisi UU Terorisme Dinilai Kurang Tepat
“Di balik ini penting dianalisa, aktor-aktor teroris lama muncul kembali, sementara kelalaian dan miskoordinasi dari internal Polri tidak dibenahi.”
Terakhir ia menyatakan, yang bisa melawan terorisme bukanlah Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau UU yang keras menindak teroris, melainkan keadilan hukum, kesejahteraan dan pemerintah yang berpihak kepada negara dan bangsanya.
Sebelumnya, pihak Polri berdalih, kepolisian terbatas kewenangannya dalam menindak aksi teror terkait rentetan kasus kerusuhan dan serangan bom belakangan ini.
Pasca kasus-kasus itu, Polri mendesak DPR segera mengesahkan Revisi UU Terorisme. Bahkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Terorisme.
Hal tersebut ia sampaikan menanggapi serangan terhadap 3 gereja di Surabaya, Jawa Timur. “Melihat kondisi ini kami berharap pihak DPR segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Terorisme yang sudah menunggu 1 tahun lebih,” kata Tito di RS Bhayangkara, Surabaya, Ahad (13/05/2018).
Menurut Tito, RUU Terorisme terlalu lama dibahas di DPR, karenanya Presiden dinilai harus turun tangan. “Paling tidak pihak Presiden mengeluarkan Perppres terkait terorisme,” tambahnya.* Andi