Hidayatullah.com– Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menerangkan mahalnya harga telur belakangan ini dikarenakan kenaikan biaya pakan ternak.
Ia menyebutkan, lebih dari 30% komponen pakan ternak ayam petelur itu impor. Kalau kurs rupiahnya terus melemah, maka harga pakan ayam bakal jadi lebih mahal.
Di sisi yang lain, masih kata Bhima, kebijakan setop impor jagung, justru membuat jagung —yang merupakan kebutuhan pakan ayam— lebih langka dan mahal.
“Kombinasi itu semua yang buat harga telurnya naik. Bukan karena Piala Dunia (2018),” jelasnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Kamis (19/07/2018).
Mengatasi harga telur ini, kata Bhima, pemerintah harus melakukan stabilisasi rupiah dengan intervensi cadangan devisa Bank Indonesia (BI). Kemudian mengembalikan suplai jagung untuk kebutuhan pakan ternak.
“Selain itu menjamin tidak adanya distributor yang bermain harga telur di level peternak hingga ke pasar,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah menyebut bahwa harga telur naik juga dikarenakan gelaran sepakbola Piala Dunia 2018 di Rusia.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyebut, kenaikan harga daging ayam ras dan telur disebabkan tingginya permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh pasokan yang ada. Tingginya permintaan itu disebabkan atas berbagai momen seperti libur sekolah hingga euforia sepak bola dunia.
Baca: Harga Telur Naik, Bamsoet Minta Komisi VI DPR Turun Tangan
Mendag mengonfirmasi bahwa memang ada kaitan langsung antara Piala Dunia dengan kenaikan harga telur, terutama yang untuk konsumsi rumah tangga. Selama gelaran sepakbola dunia itu, permintaan telur memang meningkat, sebagai makanan instan untuk menemani bergadang sambil menonton sepakbola.
“Karena tengah malam itu (makan) nasgor (nasi goreng) pakai telor; internet, Indomie telur, dan kornet, pakai telur juga. Saya dulu pernah menyelinap, ada fresh telur langsung kita ambil bikin nasgor,” ujar Mendag.* Andi
Baca: Peneliti INDEF: Kemiskinan dan Ketimpangan Menurun Semu