Hidayatullah.com– Kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia diharapkan menjadi lebih beradab, terkhusus dalam konteks berdemokrasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama berbagai elemen bangsa dalam mewujudkan harapan itu.
Menurut Ketua Pergerakan Indonesia Maju (PIM) Prof Din Syamsuddin, perlu dilakukan revitalisasi demokrasi agar menjadi beradab.
“PIM ingin agar sedikit agar kita menggunakan upaya bersama yaitu merevitalisasi demokrasi ke arah yang beradab,” ujar Din dalam Sarasehan Pergerakan Indonesia Maju (PIM) bertema “Membangun Demokrasi Beradab” di Sekretariat CDCC/PIM, Jl Brawijaya VIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (06/09/2018).
Diskusi tersebut diharapkan menjadi autokritik terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya yang terjadi dewasa ini, termasuk terhadap demokrasi itu sendiri.
Din mengatakan, kehidupan nasional dalam kemajemukan di Indonesia harus ditarik ke titik nilai. “Dan itu adalah etika. Bisa berdasarkan agama maupun budaya,” imbuhnya dalam acara yang dihadiri sejumlah narasumber lintas agama itu.
Ia menyampaikan soal “jalan tengah” yang diusung CDCC termasuk PIM yang disebutnya sebagai titik temu dalam kemajemukan bangsa ini yang luar biasa.
“Kita tidak mau terjebak pada ekstremitas, baik dalam bentuk radikalitas, maupun dalam bentuk liberalisme,” ujarnya.
Jalan tengah yang disebutnya itu, terang Din, adalah jalan kemajemukan, dimana harus ada pengakuan terhadap kemajemukan yang luar biasa di negeri ini; agama, suku, budaya.
Selain kemajemukan, Din menyebut pula “wawasan inklusif”, “toleransi tinggi”, dan “konsultasi”, sebagai hal yang disarankan menjadi jalan tengah.
Konsultasi yang dimaksud adalah permusyawaratan. Ia mengajak berbagai pihak menyelesaikan masalah secara bersama-sama dengan jalan dialog.
Di samping itu, Din juga mengajak bangsa ini untuk menuju ke arah perbaikan secara bersama-sama.
Nilai-nilai itulah yang ia ingin dimasukkan dan dirasukkan ke dalam demokrasi. “Dan mutlak perlu ada -ya istilah moderatnya- revitalisasi, reaktualisasi nilai-nilai demokrasi yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa ini.”
Sementara itu, pembicara-pembicara dalam diskusi tersebut antara lain menyampaikan bahwa demokrasi memang banyak kekurangannya.
“Di dunia ini tidak ada demokrasi yang sempurna,” ujar Ketua Perhimpunan Majelis Buddha Indonesia Prof Philips K Wijaya.
Peneliti senior LIPI yang juga Wakil Ketua PIM, Prof Dr R Siti Zuhro, mengajak berbagai pihak untuk lebih berkeadaban dalam membangun bangsa dan negara.
Sementara Dewan Pengarah BPIP yang juga mantan Ketua MK, Prof M Mahfud MD, menarik demokrasi ke ranah hukum. Dimana hukum seharusnya tidak digunakan untuk menang-menangan, melainkan untuk mencari kompromi.
Sedangkan Dr Ali Masykur Musa selaku Ketua Ikatan Sarjana NU mengajak agar demokrasi yang ada saat ini diperbaiki.*