Hidayatullah.com– Sehubungan dengan adanya isu-isu menyesatkan tentang pribadi Yusuf Muhammad Martak, yang dikaitkan dengan posisi sebagai Ketua GNPF Ulama yang dikaitkan sebagai pemegang saham di PT Lapindo Brantas Tbk.
Yusuf Muhammad Martak mengklarifikasi kabar viral soal dirinya yang dikait-kaitkan dengan PT Lapindo Brantas. Yusuf Martak membantah isu sebagai karyawan ataupun pemilik saham perusahaan itu.
Yusuf Martak, demikian dikenal, menyatakan tidak pernah menjadi karyawan, apalagi sebagai pemegang saham di PT Lapindo Brantas.
Yusuf Martak pun meminta pihak-pihak yang menuding tersebut untuk langsung meng-cross cek di Kemenkum HAM dan BP Migas terkait hal tersebut.
“Silakan di-cross cek di Depkum HAM dan BP Migas,” ujarnya dalam jumpa pers di Hotel Sofyan, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (24/09/2018).
Yusuf Martak mengaku sudah mengantongi identitas orang yang menyebar isu dirinya merupakan pemegang terbesar saham PT Lapindo Brantas.
Ia mengatakan orang tersebut berada di Surabaya, Jawa Timur. Ia mengaku pihaknya sudah mengantongi identitas orangnya, bernama Zeng Kacang.
Ia menegaskan, jangan salahkan dirinya kalau terjadi apa-apa karena Yusuf Martak mengaku harus cari tahu siapa dia, siapa yang bayar dia. “Kenal saja tidak,” tegasnya.
Ia mengaku, sebagai profesional pernah menjadi Vice President bidang Government Relation di PT Energi Mega Persada sejak Tahun 2004 dan telah berakhir pada Tahun 2012. “Silakan cross cek di BP Migas.”
Sedangkan PT Wahana Artha Raya ia akui adalah milik, perusahaan tersebut bergerak di bidang properti. Keluarga Bakrie baik secara individu, maupun grup perusahaan sama sekali tidak ada dan tidak terlibat di dalam PT Wahana Artha Raya, jelasnya.
Baca: Kepolisian Diminta Usut Kasus Pemfitnahan atas Ulama di Medsos
Bahkan pada tahun 2008, ia mengaku telah menjual atau melepaskan kepemilikan sahamnya di PT Wahana Artha Raya.
Ia mengatakan, tidak ada sedikit pun niat dan perbuatannya yang merugikan negara. Baik utang pada negara apalagi berniat menggarong uang dan kekayaan negara yang sangat ia cintai, baik secara material maupun secara moral.
“Bahkan Alhamdulillah keluarga besar Martak melalui tangan Alm. Bapak Farej Said Martak, kami telah ikut berkontribusi kepada negara Indonesia, yaitu dengan memberikan secara cuma-cuma atau sukarela sebuah rumah besar di Jl Pegangsaan Timur Nomo 56 (lebih dikenal dengan nama Gedung Proklamasi) di Jl Proklamasi Jakarta Pusat, yang kemudian di Gedung Proklamasi tersebut menjadi tempat bersejarah dimana Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945,” ungkapnya.
Ia menyatakan, pengurus GNPF Ulama Insyaallah adalah orang-orang yang mempunyai integritas moral yang teruji. Setiap individu pengurus GNPF Ulama selalu berusaha memberikan kontribusi terbaiknya bagi agama Islam, umat Islam, dan warga negara Indonesia tercinta secara keseluruhan.
Pengurus GNPF Ulama sesuai dengan kapasitas, kapabilitas, dan latar belakang masing-masing akan selalu menjaga keutuhan NKRI, imbuhnya.
Klarifikasi ini ia sampaikan semata untuk menjawab fitnah keji yang disampaikan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bukan hanya untuk mendiskreditkan nama baiknya, akan tetapi punya tujuan lebih besar untuk merusak dan menghancurkan marwah para ulama, para habaib, para tokoh-tokoh agama maupun tokoh nasional yang tergabung bersama GNPF Ulama beserta sayap-sayap juangnya, ujarnya.
Kepada media, Yusuf Martak mengatakan, organisasi atau tokoh yang kerap bersinggungan dengan pemerintah dianggap selalu jadi sasaran target. Hal serupa juga dialami GNPF Ulama.
Ia mengatakan, ormas yang awlanya bernama GNPF MUI ini merupakan penuntut keras terhadap penistaaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sejak itu, GNPF MUI yang kini berganti nama GNPF Ulama dicap sebagai organisasi yang kontra terhadap pemerintah.
Jadi siapapun yang menjadi Ketua GNPF Ulama itu selalu menjadi sasaran target. Ini sama seperti yang terjadi pada pendahulunya, Ustadz Bachtiar Nasir (UBN), ujar Yusuf Martak.
Baru-baru ini, Yusuf dituduh soal utang piutang terkait PT Lapindo Brantas sehingga berimplikasi merugikan negara. Tuduhan itu mengarah bahwa Yusuf menghendaki Jokowi tidak lagi menjadi presiden di 2019 agar dirinya terbebas dari utang.
Dia menepis segala tuduhan itu dan menganggapnya sebagai fitnah yang keji terhadap dirinya dan kepada organisasi yang dipimpinnya.
Jangankan Ketua GNPF Ulama, wapres saja yang sudah pasti dicalonkan juga dicari-cari isunya, ujarnya.
Yusuf menilai, isu-isu itu sengaja dibuat untuk melemahkan pihaknya dengan tujuan agar kepercayaan publik terhadap kelompok yang dipimpin menjadi negatif.
Isu-isu yang sebenarnya tidak ada akhirnya dibuat. Ini siapa yang bertanggung jawab untuk menghentikan ini, ya tentu pemerintah dan aparat, pungkasnya.*