Hidayatullah.com– Menyikapi penindasan terhadap etnis Muslim Uighur di China, hari ini, Kamis (20/12/2018) umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) mendatangi Konsulat Jenderal Republik Rakyat China (RRC), di Jl Mayjen Sungkono No 105 Dukuh Pakis, Surabaya, Jawa Timur.
Sekjend GUIB Jatim Mochammad Yunus menyatakan, kedatangan pihaknya ke gedung Konsulat Jenderal China untuk menanyakan kedzaliman, persekusi, dan intimidasi pemerintah RRC atas Muslim Uighur di Xinjiang, China. Kebiadaban ini harus segera dihentikan, tegasnya.
Dalam kesempatan itu GUIB menyampaikan pernyataan sikapnya atas penindasan Uighur di China kepada pihak Konsulat.
Jika dalam sepekan ke depan pasca penyampaian pernyataan tadi, tidak ada perubahan sikap dari pemerintah China atas pendzalimannya terhadap etnis Muslim Uighur, “Maka kita akan melakukan demo pekan depan hari Jumat, di tempat ini dengan menampilkan massa yang cukup banyak,” tegasnya di lokasi aksi sebagaimana video pernyataannya kepada hidayatullah.com, Kamis (20/12/2018).
Sikap yang sama juga disampaikan Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN). H Agus Solachul A’am Wahib, Ketua BKSN, kutip Duta.co, mengatakan, ada pembiaran atas penyiksaan Muslim Uighur. Umat Islam dunia tidak boleh diam.
“Hari ini kita tidak bisa berharap banyak kepada pemerintah. Kita saksikan tidak ada nyali untuk menekan RRC atas kasus ini,” demikian Gus A’am Wahib.
Sementara Robert D Kaplan senior di Pusat Keamanan Amerika Baru dan penasihat senior di Eurasia Group menulis, bahwa, jutaan Muslim Uighur ditempatkan dalam kamp-kamp interniran sembari meningkatkan standar hidup bagi orang-orangnya— taktik klasik penghargaan dan hukuman.
Semua ini dirancang untuk memusnahkan budaya Muslim Uighur sebagaimana adanya saat ini, untuk menyelesaikan dominasi China Han di perbatasannya yang paling kontroversial tersebut.
Penindasan terhadap komunitas Muslim Turki Uighur di China barat —termasuk penahanan hingga satu juta orang di kamp-kamp rahasia—adalah bagian penting dari kebijakan kekaisaran baru China. Hanya dengan memahami dinamika kekaisaran China, seseorang dapat memahami ‘kampanye brutal’ ini.
Xinjiang, sebuah provinsi dengan jutaan orang Uighur, diterjemahkan menjadi “Dominion Baru.” Wilayah ini secara historis dan geografis dikenal sebagai Turkistan Timur. Meskipun negara China telah ada selama lebih dari 3.500 tahun, Xinjiang pertama kali menjadi bagian dari Dinasti Qing China hanya pada pertengahan abad ke-18. Sejak saat itu, wilayah ini sering berada dalam kondisi yang disebut penjelajah Inggris Fitzroy Maclean sebagai “turbulensi berkelanjutan.”
Media telah memusatkan perhatian pada China yang ingin menenggelamkan negara-negara seperti Pakistan dan Sri Lanka dengan tumpukan utang, namun diberi kendali atas pelabuhan dan jalan raya yang dibangun di sana. Yang masih terselubung adalah dimensi etnis dari strategi besar China di seluruh Eurasia.
Jadi negara-negara yang sedang menumpuk utang ke China, diyakini tidak akan bersuara. Inilah yang disebut harus diwaspadai umat Islam dunia termasuk Indonesia.*