Hidayatullah.com– Seorang Penghulu di KUA Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, bernama Abdurrahman Muhammad Bakrie, jadi buah bibir masyarakat belakangan ini.
Pasalnya, nama pria berusia 35 tahun ini mencuat ke publik, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutnya sebagai penghulu terbanyak melaporkan gratifikasi ke KPK. Tercatat sebanyak 59 kali.
“Saya dua hari lalu dihubungi Pak Giri, Direktur Gratifikasi di KPK. Ada ASN Kemenag yang luar biasa. Kami mencatat dialah yang terbanyak melaporkan gratifikasi ke KPK,” tutur Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di hadapan lebih 500 ASN Kanwil Kemenag Sumatera Barat peserta Rapat Kerja Wilayah di Kota Padang, Jumat (23/03/2018) lansir Kemenag.
Menag menilai, kalau dilihat dari nilainya, mungkin tidak seberapa. Jumlahnya “hanya” Rp 4.260.000 dari akumulasi 59 kali melaporkan gratifikasi. Kadang hanya Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, yang bagi sebagian orang mungkin tidak cukup punya makna.
Menag menilai, Penghulu Bakrie adalah contoh pribadi yang merasa bahwa integritas tidak cukup hanya menjadi slogan dan ungkapan semata. Lebih dari itu, bekerja secara profesional, inovatif, dan berintegritas, membutuhkan contoh dan keteladanan.
“Abdurrahman Muhammad Bakrie telah memberi keteladanan bagi kita semua,” ujar Menag.
Menag mengatakan, 59 kali melaporkan gratifikasi menunjukkan ada konsistensi dari kejujuran pada diri Penghulu Bakrie. Juga menunjukkan adanya sifat qanaah (menerima), sehingga berhati-hati dalam menerima rezeki yang sumbernya diragukan kehalalannya.
“Ini pelajaran baik dan saya sangat terinspirasi dengan kisah nyata ini. Ini tidak hanya menginspirasi dan memotivasi saya, tapi juga seluruh ASN di Kemenag,” tuturnya.
Menag berharap teladan Penghulu Bakrie dapat mewarnai pribadi ASN Kemenag, juga menginspirasi peserta raker dalam menyusun program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Melapor Sejak 2015
Bakrie mengaku, ia telah memulai lapor ke KPK sejak tahun 2015, yaitu setelah ada kebijakan tentang gratifikasi. Hingga 2018, dia mengaku melaporkan 59 kejadian dalam beberapa kali laporan.
“Lapornya hanya beberapa kali. Tapi sekali lapor ada beberapa kejadian. Jumlahnya beda-beda. Sekali menikahkan itu bisa Rp 25 ribu sampai Rp 200 ribu,” ujar Baktire kutip Detikcom.
Baca: Bimas Islam: Para Penyuluh Agama Garda Terdepan Kemenag
Setiap bertugas sebagai penghulu di luar jam kerja dan di luar kantor, dia mengaku selalu memberi pengertian kepada warga agar tidak perlu memberi uang tambahan. Sebab, uang Rp 600 ribu yang dibayarkan oleh warga sudah termasuk biaya transportasi dan jasa profesi.
“Tapi biasanya warga nekat memberi, dimasukkan tas atau ditaruh di motor. Ada yang sampai ngasih ke kantor. Kita kalau mau tegas menolak malah tidak baik. Solusinya kita laporkan ke KPK,” ujar lulusan STAIN Surakarta itu.
Bakrie yang juga disapa Abdul, menjelaskan, cara melaporkan gratifikasi tidak begitu rumit. Cukup mengunduh blangko dari situs KPK, kemudian diisi dan dikirim melalui e-mail.
“Nanti ada klarifikasi dari sana, lalu kita diminta menandatangani blangko, lalu dikirim lagi. Setelah ada penetapan dari sana, baru uangnya dikirim lewat rekening,” ungkapnya.
Langkah-langkah itu dia ketahui dari beberapa temannya yang juga melaporkan gratifikasi. Hingga sekarang, dia masih aktif melaporkan gratifikasi.
Baca: “Bimas Islam Mengabdi untuk Negeri”, Buku soal Penghulu Agama akan Disusun
Bakrie sudah 13 tahun bekerja di jajaran Kementerian Agama Klaten. Sejak kuliah tahun 2005, Bakrie bekerja sebagai pegawai KUA Prambanan dan sempat pindah ke KUA Gantiwarno, Kantor Kemenag Klaten, KUA Jatinom dan kini di KUA Trucuk.
Selama bekerja, dia memegang teguh pesan orangtuanya agar selalu bekerja dengan benar. Tindak korupsi yang sudah memprihatinkan di Indonesia, menurutnya dapat dihapuskan mulai dari diri sendiri.
“Niatnya pengin kerja yang baik aja, sesuai aturan yang ada. Kerja nyaman, teratur, biar kerja enak. Semoga tetap istiqamah. Agar tidak ada korupsi ya kita mulai dari diri sendiri,” pungkasnya.*