Hidayatullah.com– Koordinator Pusat Korps Persatuan Pelajar Indonesia (PII) Wati, tegas menolak Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
PII Wati menerima usulan dari pihak yang kontra terhadap RUU P-KS, serta mengajak masyarakat untuk lebih sadar dan cerdas agar mampu memberikan sikap dan pilihan yang bertanggungjawab terhadap isu-isu yang bergulir.
Di sisi lain dia tidak menampik bahwa keberadaan UU P-KS dalam menangani kejahatan seksual saat ini bersifat mendesak, sehingga perlu segera dibahas di DPR RI.
Saat ini status RUU P-KS telah memasuki pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM).
“Frasa kekerasan seksual yang termaktub dalam RUU P-KS masih multitafsir. Sehingga penerapannya akan berbenturan dengan subjektivitas pelaku, korban, dan beberapa pasal yang ada di dalamnya,” kata Haslinda di Jakarta (19/03/2019).
Sedangkan, Ketua Divisi Kajian Isu Korpus PII Wati, Roro Syariati Sani meminta DPR untuk meninjau kembali RUU P-KS. Ia menilai, jika RUU ini disahkan maka dapat menghancurkan masa depan bangsa dan moral pelajar melalui sekulerisasi nilai-nilai agama.
Di samping itu, dia juga mengimbau semua pihak agar mendukung upaya preventif untuk melindungi dan membentuk generasi yang berkarakter. Roro pun meminta agar masyarakat terus mendukung upaya-upaya dalam mengantisipasi persoalan sosial seperti zina, LGBT, dan kerusakan moral.
“Kepada seluruh eselon korps PII Wati seluruh Indonesia untuk mengkaji dan mengeluarkan sikap terhadap RUU P-KS, dan teruslah melakukan pembinaan terhadap pelajar putri dan anak sebagai bentuk tindakan preventif dalam rangka membentuk generasi yang kokoh dan berkarakter,” katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid mengatakan, pada dasarnya partai Gerindra mendukung RUU P-KS hanya untuk memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap kejahatan seksual berdasarkan definisi kepolisian, Komnas Perempuan, dan KPAI.
Sodik menjelaskan pada intinya Gerindra berupaya untuk memperkuat upaya dalam mencegah kejahatan seksual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Menurut Sodik, DPR RI baru akan kembali membahas RUU P-KS pada bulan Mei 2019 setelah Pemilihan Umum.
“Kami menutup ruang terhadap bentuk kejahatan seksual di masyarakat seperti LGBT, zina dan lain sebagainya. Saya harap Koordinator Pusat PII Wati turut menyampaikan pernyataan sikap yang sama kepada seluruh fraksi agar menjadi pertimbangan,” kata Sodik kutip INI-net.*