Hidayatullah.com– Otonomi Regional Bangsamoro Filipina mengadakan pertemuan khusus membahas pendidikan bersama ormas Muhammadiyah.
Delegasi dari Kementerian Pendidikan Bangsamoro bertemu dengan Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta pada Jumat (21/06/2019).
Ismael Abdullah selaku perwakilan Acting Deputy of Madaris Ministry Education of Bangsamoro mengungkapkan, Bangsamoro yang baru saja mendapatkan otonomi khusus, perlu belajar pendidikan Islam dengan baik dan benar. Karena sebelumnya pendidikan yang mereka gunakan, sebutnya, adalah kurikulumnya sekuler. “Makanya kami perlu mempelajari model dari Muhammadiyah,” ujarnya.
Dipandu oleh Sekretaris LHKI PP Muhammadiyah Wahid Ridwan, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah mempresentasikan tentang bagaimana Muhammadiyah mengelola jutaan sekolah dan madrasah serta ribuan kampus di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Selain itu, Wahid juga menceritakan bahwa Muhammadiyah telah memiliki sekolah di Singapura, Melbourne, Thailand, juga memiliki kampus di Kuala Lumpur (Malaysia). Ke depan, Ridwan berharap Muhammadiyah bisa juga membuka sekolah di regional otonom Bangsamoro di ibu kota Cotabato.
Harapan Muhammadiyah direspons baik oleh delegasi Bangsamoro. Munir, salah satu delegasi Bangsamoro menyebut kerja sama yang perlu segera dimulai ialah pengajaran Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu bagi anak-anak Bangsamoro.
“Mindanao University di Marawi mengajarkan Bahasa Indonesia, ada dua profesor pengajar Bahasa Indonesia di sana. Sebagai bangsa serumpun, kami juga Melayu. Bahkan pahlawan nasional Filipina Joserizal juga orang Melayu. Kita perlu segera kerja sama pengajaran Bahasa Indonesia,” kata Munir.
Dulunya Bangsamoro dan juga negara Filipina memang dijajah oleh Spanyol dan Amerika Serikat. Mereka mendapatkan kemerdekaan, tapi tidak dengan Bangsamoro. Mereka kembali dihadapkan pada konflik tekanan pemerintah Filipina. Pada 1969, ketegangan politik dan pertempuran terbuka berkembang antara pemerintah Filipina dengan orang Moro. Mayoritas penduduk suku ini beragama Islam.
Belum lama ini, entitas Bangsamoro baru saja mendapatkan kebebasan dari otoritas khusus untuk melaksanakan pemerintahan berbasis Islam setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte menandatangani undang-undang yang disebut Bangsamoro Organic Law pada Juli 2018.
Jalan panjang perlawanan serta dukungan dari berbagai negara di dunia akhirnya mengakhiri kisah pilu Bangsamoro. Kini mereka bebas dan merdeka.* Azim Arrasyid