Hidayatullah.com– DPR RI bersama pemerintah telah sepakat menyetujui dua Rancangan Undang-Undang (RUU) kerja sama dengan Iran melalui Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Kamis (04/07/2019).
“Kami menanyakan kepada seluruh anggota, apakah pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Republik Islam Iran tentang Ekstradisi dan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto, lalu dijawab “Setuju” oleh seluruh Anggota Dewan yang hadir.
Dalam laporannya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menyampaikan, dengan adanya kerja sama antara Indonesia dengan Iran yang telah ditandatangani pada tanggal 31 Januari 2019, Komisi III DPR RI berharap adanya peningkatan hubungan kerja sama antara kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerja sama yang saling menguntungkan.
Politisi Fraksi Partai Demokrat dapil Kalimantan Barat ini menyebut, kesepakatan ini harus memperhatikan prinsip umum hukum internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara dan kedaulatan hukum, kesetaraan, serta mengacu pada asas tindak pidana ganda.
Ia juga menyebut bahwa isi perjanjian tersebut telah mengatur segala komponen yang dibutuhkan.
Dalam isi perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Iran ini diatur antara lain mengenai ruang lingkup bantuan, otoritas pusat, prosedur pelaksanaan bantuan, biaya, kewajiban internasional, konsultasi, penyelesaian sengketa, dan amandemen perjanjian, ungkap Erma.
Sementara itu, menurut pihak pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mochammad Fachir, kerja sama dengan Iran itu akan menjadi dasar hukum guna meningkatkan efektivitas kerja sama penanggulangan dan pemberantasan tingkat pidana terutama yang bersifat transnasional antar dua negara tersebut.
Ia pun menegaskan, kemajuan teknologi telah mengakibatkan hubungan lintas negara seakan tanpa batas sehingga memudahkan mobilisasi orang atau perpindahan barang dari satu ke negara lain dapat dilakukan dengan cepat.
Seiring dengan kemajuan tersebut, lanjutnya, muncul dampak yang signifikan pada hubungan antar negara baik dampak positif maupun dampak negatif.
“Yaitu timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara. Timbulnya tindak pidana tersebut memerlukan penanggulangan dan pemberantasan melalui kerja sama antar negara yang efektif dan bersifat bilateral maupun multilateral khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta proses hukum yang lain yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerja sama hubungan internasional,” tuturnya lansir Parlementaria.*