Hidayatullah.com– Pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang menyebut akan meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan impor garam dinilai patut dipertanyakan keseriusan dan realisasinya.
Pasalnya, kata Wakil Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Riyono, pada awal tahun 2018 Luhut sempat menyebut impor garam adalah sebuah keharusan. Sementara beberapa hari terakhir, Luhut menyebut impor garam membuat kacau dan mengusulkak penghentian impor.
Riyono menyebut betapa amburadulnya tata niaga garam di Indonesia saat ini. Bahkan, menurut Riyono kondisi petani garam saat pada tahun 2018 dan 2019 paling buruk sejak 1986.
Riyono mengaku menunggu realisasi pernyataan Luhut tersebut dan meminta Pemerintah lebih fokus memikirkan keluhan petani garam.
“Harusnya LBP betul-betul memikirkan bagaimana solusi tata niaga garam ini, keluhan petani garam dan pengusaha produsen garam di Rembang dan Pati kondisi 2018 dan 2019 paling buruk sejak 1986, artinya kebijakan (terkait) garam tidak banyak mengalami perubahan,” kata Riyono di kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (24/07/2019) dalam keterangannya.
Menurut Riyono, saat ini produksi garam nasional hanya mampu 2 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan garam konsumsi dan industri 3 juta ton. Ada defisit kebutuhan garam industri 1 juta ton per tahun.
Selain itu, lanjutnya, saat ini harga garam hancur, hanya Rp 350 per kg. Padahal, ongkos produksi Rp 750. Petani sudah rugi Rp 400 dan semakin terpuruk oleh garam impor yang rembes ke pasar atau konsumen.
“Kalau Pak LBP serius harusnya segera benahi tata niaga garam, cabut PP No 9 Tahun 2018 tentang kebijakan impor garam yang memberikan jalan gelap impor merajalela,” usul anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah ini.
Riyono mengungkapkan bahwa penderitaan petani garam semakin dalam. Petani penggarap hanya diberi upah Rp 25.000 per hari atau Rp 200.000 per pekan. Petani juga sudah enggan menjual garamnya, bahkan katanya di Madura garam dibuang ke jalan sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah.
“Kita tunggu konsistensi Pak LBP soal setop impor garam, kapan akan direalisasikan,” ungkapnya.
Diketahui, Menko Kemaritiman LBP menyarankan Jokowi agar mengurangi secara bertahap impor garam. Pasalnya, LBP memperhitungkan Indonesia segera bisa memproduksi garam industri sendiri dalam dua tahun ke depan.
Optimisme Luhut didukung rampungnya persoalan lahan tambak garam seluas 3.720 hektare di Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Itu produksi garam kita bisa bertambah 800-an ribu ton pada 2021. Jadi sebenarnya kita ndak usah lagi impor-impor,” sebutnya kutip siaran pers di laman Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Selasa (23/07/2019).
Luhut juga mengomentari perihal kebutuhan garam industri dari produsen makanan dan minuman.
Luhut mengaku memahami adanya kebutuhan itu. Akan tetapi, ia yakin pula bahwa para pelaku industri sudah memiliki stok garam dalam jumlah yang cukup saat ini.
“Ya kalau sudah ada ngapain impor-impor. Sekarang yang bikin current deficitkita itu kan anu, terlalu banyak impor, kita enggak produksi,” sebutnya.*