Hidayatullah.com– Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melarang penjualan minyak goreng dalam bentuk curah pada awal Januari 2020. Pemerintah mewajibkan penjualan minyak goreng dalam bentuk kemasan yang memenuhi SNI, mulai 1 Januari 2020. Sedangkan Harga Eceran Termurah (HET) dipatok Rp 11.000 per liter.
Menurut Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dari sisi perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan ini bisa dimengerti.
“Sebab secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil potensinya untuk terkontaminasi zat/benda lain yang tidak layak konsumsi, dan bisa lebih tahan lama,” ujarnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Senin (07/10/2019).
Akan tetapi, YLKI memberikan sejumlah catatan terhadap kebijakan Kemendag tersebut. Pertama, YLKI mendorong agar harga minyak goreng dalam kemasan tetap terjangkau, sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Bukan hanya untuk keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis UKM/UMKM.
“Agar pemerintah konsisten menjaga HET, dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggarnya. Selama ini banyak komoditas ditetapkan HET, seperti gula, tetapi harga di lapangan melewati harga HET, dan tak ada sanksi,” ujarnya.
Kemudian, kata Tulus, untuk mengurangi dampak plastik, maka seharusnya pemerintah mewajibkan produsen untuk menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan/plastik SNI.
“Munculnya minyak goreng wajib kemasan, akan meningkatkan konsumsi/distribusi plastik, dan menghasilkan sampah plastik,” imbuhnya.
Selain itu, ia menilai, dengan penggunaan kemasan, maka minyak goreng tersebut harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen, seperti adanya informasi kadaluwarsa, informasi kehalalan, dan informasi kandungan gizinya; sebagaimana mandat UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal.
“Pemerintah harus menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan branded, yaitu minyak goreng ber-SNI,” pungkasnya.
Sementara itu diketahui, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas kepada wartawan di Jakarta, Senin (07/10/2019), mengimbau agar pemerintah tidak melarang peredaran minyak curah karena dapat merugikan pengusaha skala kecil.
Kebijakan Kemendag itu, menurutnya, jelas-jelas akan sangat menguntungkan usaha-usaha besar yang ada dan sebaliknya tidak mustahil akan menjadi bencana dan malapetaka bagi pengusaha dan rakyat kecil.
Menurut Anwar, hampir 50 persen dari kebutuhan minyak goreng dalam negeri dikonsumsi dalam bentuk curah yang diproduksi usaha mikro dan kecil.*