Hidayatullah.com– Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin bersama para menteri di kabinetnya diminta untuk mengelola dengan baik jumlah angkatan kerja dan bonus demografi.
Anggota DPR RI yang juga pemerhati Ketenagakerjaan, Dr Kurniasih Mufidayati mengatakan, pidato Presiden Jokowi usai dilantik untuk masa jabatan kedua, Ahad (20/10/2019), layak diapresiasi terutama pada optimismenya untuk membawa Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Kendati begitu, banyak persoalan dan pekerjaan rumah (PR) Jokowi yang harus segera diatasi dari rapor kinerja 5 tahun sebelumnya.
Untuk menyelesaikan sejumlah PR pembangunan 5 tahun lalu dan merencanakan target baru pembangunan 5 tahun mendatang, Kurniasih berharap Presiden dan Wapres bisa menyusun struktur kabinet yang tepat sasaran.
“Sesuai dengan domain pembangunan ke depan, dan mengisinya dengan SDM yang kompeten di bidangnya masing-masing. Tidak sekadar bagi-bagi jatah menteri,” ujar Mufida di Jakarta dalam siaran persnya kepada hidayatullah.com, Senin (21/10/2019).
Baca: Pakar: Jangan Sampai Kabinet Jokowi Hasil ‘Bagi-bagi Kue’
Menurutnya, PR Jokowi masih bertumpuk di berbagai bidang pembangunan, salah satunya persoalan ketenagakerjaan.
Mufida memaparkan, jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2019 sebanyak 136,18 juta jiwa. Angka ini naik 2,24 juta jiwa dari data tahun 2018 (BPS). Angka demografi ini menjadi tantangan besar bagi pembangunan SDM di masa mendatang.
Sementara itu, tambahnya, Indonesia masih menempati rangking kedua jumlah pengangguran terbanyak tingkat ASEAN, dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5.01 persen.
“Padahal, Vietnam negara yang baru berkembang setelah Indonesia, memiliki angka TPT 2,16 persen. Lalu China, dengan jumlah penduduk yang besar, memiliki angka pengangguran di 3.16 persen,” papar Mufida mengutip data Trading Economics.
Baca: FPKS Siap Awasi Program Jokowi-Ma’ruf Secara Kritis dan Konstruktif
Aleg perempuan PKS ini menambahkan, jumlah angkatan kerja dan bonus demografi ini jika tidak dikelola dengan baik, justru akan menimbulkan malapetaka.
Angka pengangguran harus terus ditekan jika Indonesia betul-betul ingin menjadi negara maju pada tahun 2045.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan semua PR periode lalu dan tantangan pembangunan ke depan, tegas Mufida, “Presiden dan para menteri hendaknya membuat indikator yang lebih detail, komprehensif, dan terintegrasi satu dengan lainnya.”
Kata dia, diperlukan input dan proses yang berkualitas untuk mencapai hasil yang bagus. Tidak akan ada output dan outcome yang berkualitas dan bernilai global competitivenes jika tidak diawali dengan proses yang berkualitas.*