Hidayatullah.com– Sepekan setelah Jenderal Idham Azis mengemban jabatan sebagai Kapolri, hingga kini belum ada titik terang mengenai siapa perwira tinggi Polri yang menggantikannya sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.
Menurut Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, Faiz Rafdhi Chusnan, siapapun Kabareskrim itu, umat Islam tentu yang pertama mendapatkan imbas kebijakan yang diambil.
Sehingga, ia berharap Kabareskrim Polri yang baru nanti merupakan sosok yang dekat dengan umat Islam dan ulama.
“Saat ini posisi Kabareskrim masih kosong. Tentu kami berharap posisi yang ditinggal dapat diisi oleh sosok yang profesional, namun juga memahami kultur keragaman Indonesia serta mayoritas agama yang ada di Indonesia,” ujar Faiz dalam siaran pers dikutip di Jakarta, Jumat (08/11/2019).
Faiz menilai, sebaiknya Kabareskrim diisi oleh orang yang mengerti, memahami, dekat dengan umat Islam dan khususnya ulama atau tokoh-tokoh ormas Islam.
Sebab, jelas kata Ketua STMIK Muhammadiyah Jakarta ini, ulama lah yang paham akan kebutuhan umat.
“Jika Kabareskrim yang baru tidak mampu memahami kebutuhan rakyat khususnya umat Islam sebagai penduduk mayoritas, maka dikhawatirkan tindakan-tindakan yang diambil merugikan umat,” ujarnya.
Apalagi dalam penanganan radikalisme dan terorisme yang selama ini terkesan represif, lanjutnya, tentu bisa merugikan umat serta pemerintah. Akan berbeda menurutnya jika Kabareskrim paham kebutuhan umat.
“Tentu penanganan radikalisme lebih lembut sehingga mampu menyelesaikan akar masalah dengan tepat dan cermat,” sebutnya.
Sementara sebelumnya, menurut pengamat pertahanan dan keamanan, Mufti Makarim, pemilihan calon Kabareskrim harus sesuai “Merit System” guna mencegah terjadinya resistensi di tubuh Polri.
“Kalau ada calon katrolan, dekat dengan kekuasaan, resistensinya tidak sepele,” ujar Mufti dalam acara diskusi “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” yang digagas Institute Demokrasi dan Keamanan, di Jakarta, Kamis (07/11/2019) kutip Antaranews.
Menurut Mufti, selama ini jabatan Kapolri sudah dilihat sebagai jabatan politis. Jangan sampai jabatan struktural penting lainnya seperti Kabareskrim turut pula menjadi jabatan politis.
“Dalam konteks kepolisian, berbicara kepentingan bangsa yang butuh kapasitas yang melebihi rata-rata. Parameter ini harus mengimbangi persepsi subjektif. Pondasi dasarnya keseimbangan, antara pekerjaan rumah kepolisian dalam ruang lingkup reskrim,” sebutnya.
Disebutka bahwa Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Idham Azis harus bebas dari intervensi politik dan memperkuat aspek pengawasan kepolisian, serta bisa memastikan aspek pembinaan, rotasi, promosi karir jabatan dengan mengadopsi aspek rekam jejak dan “merit system”.*