Hidayatullah.com– Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mendesak pemerintah Republik Indonesia bersikap tegas terhadap pemerintah Republik Rakyat China (RRC) terkait pelanggaran hak asasi manusia atas etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China.
“Mendesak Pemerintah Indonesia agar menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang sesuai dengan amanat UUD 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif,” ujar Haedar dalam pernyataan sikapnya di Jakarta diterima pada Selasa (17/12/2019).
Baca: DPR RI Dorong Pendekatan Multilateral Terkait Rohingya dan Uighur
Pemerintah Indonesia, kata Haedar, hendaknya lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggalang diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya.
Selain itu, PP Muhammadiyah mendesak kepada Pemerintah China untuk lebih terbuka dalam memberikan informasi dan akses masyarakat internasional mengenai kebijakan di Xinjiang dan masyakarat Uighur.
“Pemerintah Tiongkok agar menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM, khususnya kepada masyarakat Uighur atas dalih apapun. Pemerintah Tiongkok hendaknya menyelesaikan masalah Uighur dengan damai melalui dialog dengan tokoh-tokoh Uighur dan memberikan kebebasan kepada Muslim untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas,” desaknya.
Baca: Fahira: Sampai Kapan Indonesia Diam Terus Soal Penindasan Uighur
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (16/12/2019), Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah Muhyiddin Junaidi mengungkapkan perlakuan buruk pemerintah China terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang.
Muhyiddin merupakan ketua rombongan ormas Islam Indonesia yang diundang Kedutaan Besar (Kedubes) China untuk Indonesia mengunjungi Daerah Otonomi Uighur Xinjiang beberapa waktu lalu (17-24/02/2019).
Muhyiddin mengungkapkan bahwa konstitusi China melakukan pembatasan terhadap kebebasan beragama warganya. Muhyiddin mengetahui hal itu setelah berkunjung ke sejumlah kamp yang berada di Xinjiang.
Muhyiddin menyebut, konstitusi China mengatakan bahwa agama diterapkan di ruang-ruang tertutup tidak boleh di ruang terbuka. Katanya, kalau seseorang memakai jilbab keluar ke jalan, maka dianggap radikal. Dan jika dianggap radikal, maka orang tersebut berhak dikirim ke kamp-kamp “re-education centre”.*