Hidayatullah.com– Presiden Joko Widodo sudah menginjak 100 hari periode kedua kepemimpinannya. Periode pertama dan kedua Presiden banyak mewarnai kontestasi politik yang cenderung elitis. Tidak sedikit publik yang meragukan komitmen pemerintah untuk menuntaskan janji politik dan revolusi mentalnya.
Publik dikejutkan ketika penantang Presiden Jokowi di 2019 dirangkul dalam koalisi menjadi salah satu menteri elite, yaitu Prabowo Subianto.
Indonesia dinilai semakin mengarah ke demokrasi elitis, karena kuatnya koalisi pemerintah di eksekutif dan legislatif. Tokoh PKS, Mardani Ali Sera dalam bukunya yang barusan diluncurkan, #KamiOposisi, menilai pada periode kedua pemerintahan Jokowi, Indonesia mengarah dalam demokrasi elitis.
Baca: Menjadi Oposisi
“Proses demokratisasi di Indonesia seharusnya semakin membaik. Kita telah mengalami sedikitnya lima kali pemilihan umum Iangsung. Sangat disayangkan kini kualitas demokrasi malah menurun. Setelah Pemilu 2019, kebanyakan partai justru merapat ke pemerintah. Padahal, demokrasi membutuhkan checks and balances,” kata Mardani di Kompleks Senayan, DPR RI, Jakarta, Selasa (04/02/2020).
Mardani menjelaskan dalam buku #Kamioposisi ini mengenai alasan mengapa demokrasi perlu oposisi. Sehingga, tidak ada alasan dalam sebuah negara demokrasi, sangat krusial pula peranan oposisi itu. Salah satu alasannya, menurut Mardani adalah agar tidak Iahir parlemen jalanan seperti yang terjadi saat ini di berbagai negara di dunia.
Baca: Sukamta nilai Oposisi dan Pemerintah Butuh Sinergi Bangun Bangsa
Selain itu, dalam buku itu, Mardani turut menjabarkan model-model oposisi politik dari berbagai pengalaman demokrasi di berbagai negeri di dunia serta bagaimana bentuk oposisi politik di Indonesia dari masa ke masa.
”Saya berharap melalui buku ini kembali menghidupkan diskursus bagaimana, apa yang harus kita pikirkan ke depan untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi kita. Sehingga demokrasi kita menjadi substansial. Bukan demokrasi elitis,” pungkasnya.* Abdul Mansur J