Hidayatullah.com–Yayasan Peduli Sahabat, organisasi yang fokus melakukan pendampingan terhadap orang-orang yang mengalami kegamangan identitas seksual, mengaku dirugikan dengan pasal 284, 285 dan 293 KUHP yang masih digunakan saat ini.
“Kerugian yang timbul diantaranya, banyaknya propaganda mengenai perilaku tindakan pencabulan sesama jenis melalui media sosial,” ujar Agung Sugiarto, pendiri Peduli Sahabat saat menyampaikan presentasi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (08/09/2016).
Sinyo Egie, sapaan akrab Agung Sugiarto menjelaskan, selain aplikasi LGBT, klien Peduli Sahabat dengan kecanduan pornografi yang sedang dalam masa pendampingan juga merasa dirugikan atas maraknya situs-situs perzinaan seperti pornografi yang mudah diakses oleh siapapun.
“Ini sangat mengganggu bagi klien kami. Bagi orang umum mungkin merasa jijik, tapi bagi klien kami yang tertarik sesama jenis itu betul-betul sangat membangkitkan gairah untuk melakukan tindakan homoseksual,” paparnya.
Tak hanya itu, Sinyo mengungkapkan, banyak juga kliennya yang mendapatkan ancaman dari pihak LGBT karena mereka ingin keluar, tetapi tidak dibolehkan.
“Hal ini jelas tidak bisa diperkarakan karena nihil payung hukumnya,” ungkapnya.
Padahal, terang Sinyo, awalnya di dunia ini hanya ada identitas hidup heteroseksual, karena memang pada dasarnya manusia diciptakan sepasang berlainan jenis.
Akan tetapi seiring berkembangannya zaman ada sekelompok orang di muka bumi yang menginginkan identitas selain heteroseksual, atau disebut nonheteroseksual.
“Kami ada sebagai solusi agar mereka yang mengalami kegamangan identitas nonheteroseksual dapat beridentitas heteroseksual,” tukas Sinyo.
Sidang Uji Materiil Pasal Zina Tampilkan Fakta Penyakit Kelamin Mengerikan
Ia menambahkan, ada perbedaan antara LGBT dengan orang yang memiliki ketertatikan sesama jenis tetapi ingin tetap menjadi heteroseksual sesuai fitrahnya atau yang disebut sebagai Same Sex Attraction (SSA).
Sinyo memaparkan, disebut LGBT jika memenuhi 2 syarat. Pertama, dia mengakui ketertarikan sesama jenis itu adalah anugerah kebaikan dari tuhan yang harus disikapi dengan rasa syukur. Kedua, dia memang menginginkan identitas LGBT.
“Berbeda dengan SSA yang kami dampingi, penderita SSA mengakui keterterikan sesama jenis adalah anugerah keburukan dari tuhan yang harus disikapi dengan kesabaran. Jadi secara sadar tertarik, tapi itu sebagai cobaan hidup yang harus disabari untuk sembuh. Dan dia tetap ingin beridentitas heteroseksual, karena kunci dari pendampingan kami adalah kemauan dari klien itu sendiri,” jelasnya.
Untuk itu, Sinyo berharap MK mengabulkan permohonan pihak pemohon. Karena, kata dia, klien Peduli Sahabat adalah juga warga negara Indonesia yang ingin berbuat baik.*