Hidayatullah.com– Selain ormas Muhammadiyah, ormas NU melalui Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
POP konon adalah di antara program unggulan Kemendikbud. Program ini disebut bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Lewat program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
“Meski kami tidak ikut POP kami tetap melaksanakan progran penggerak secara mandiri,” ujar Ketua LP Maarif NU KH Z Arifin Junaidi (22/07/2020) dikutip dari laman resmi LP Ma’arif NU.
Disebutkan, saat ini LP Maarif NU tengah fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah 15 persen dari total sekolah/madrasah sekitar 21.000. Mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satpennya dan kepsek kamad lain di lingkungan sekitarnya. Sementara POP harus selesai akhir tahun ini.
Baca: Diduga Tak Fair, Muhammadiyah Minta Kemendikbud Tinjau Ulang Program Organisasi Penggerak
Kiai yang akrab disapa Arjuna ini menilai bahwa POP Kemendikbud itu dari awal sudah janggal. Sebab, ia mengaku pihaknya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.
“Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-sayarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak,” katanya.
Entah kenapa, ungkap Kiai, pihak Kemendikbud pun menghubungi kembali LP Ma’arif NU untuk melengkapi syarat-syarat. Saat itu LP Ma’arif NU diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU. Pihaknya LP Ma’arif NU pun permintaan itu. “Dan kami jelaskan badan hukum kami NU,” ujarnya menegaskan.
Besoknya, terang Kiai Arjuna, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat itu tak sesuai dengan AD/ART. Kiai Arjuna mengaku bahwa LP Ma’arif NU terus didesak pihak Kemendikbud. “Akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir,” imbuhnya.
Pada Rabu (22/07/2020) kemarin, kata Kiai Arjuna, LP Ma’arif NU mendadak dihubungi untuk mengikuti rapat koordinasi. Padahal ketika itu belum ada surat keterangan penetapan program Kemendikbud tersebut.
Rabu pagi itu pihaknya dihubungi Kemendikbud untuk mengikuti rakor Rabu pagi.
“Saya tanya rakor apa, dijawab rakor POP, saya jawab belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan, dari sumber lain kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP,” papar Kiai Arjuna.
Baca: Alasan Muhammadiyah Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
Diketahui, Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam Program Organisasi Penggerak (POP) yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Melalui Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan beberapa alasan atas mundurnya Muhamadiyah.
“Muhammadiyah memiliki 30 ribu satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammdiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Rabu (22/07/2020).*