Hidayatullah.com- Sejumlah organisasi masyarakat sipil melakukan survei terkait sekolah dan tempat penjualan rokok. Survei dilakukan pada April 2020 hingga Juni 2020, dengan memantau 401 sekolah, yaitu 255 di Jakarta, 93 di Medan, 24 di Surakarta, dan 29 di Banggai.
Sementara tempat-tempat penjualan rokok yang dipantau berjumlah 805 tempat, yaitu 229 di Jakarta, 159 di Medan, 48 di Surakarta, dan 149 di Banggai.
Survei yang dilakukan di Jakarta, Medan, Banggai, dan Surakarta itu menemukan bahwa satu sekolah “dikepung” oleh setidaknya dua tempat penjualan rokok.
Tempat-tempat penjualan sebagian besar merupakan penjualan yang bersifat tradisional dan tidak memerlukan izin tertentu, seperti 323 toko kelontong, 182 warung rokok, dan 171 kios. Selebihnya yaitu swalayan kecil, supermarket, kafe, stasiun pengisian bahan bakar umum, dan pedagang asongan.
Produk-produk tembakau itu dipajang sedemikian rupa sehingga membuat pembeli, terutama anak-anak bisa melihatnya. Rokok dipajang sejajar dengan mata anak dan berada di dekat permen dan makanan ringan, serta bisa dibeli secara batangan.
Temuan itu menunjukkan bahwa industri rokok menyasar anak-anak sebagai sasaran pemasaran produknya.
“Dari riset advokasi, terlihat dengan gamblang industri rokok melalui tempat-tempat penjualan rokok memang menargetkan anak-anak secara sistematis,” ujar pengurus Komnas Pengendalian Tembakau Tubagus Haryo Karbyanto, dalam siaran pers bersama dari Komnas Pengendalian Tembakau, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, Forum Warga Kota Jakarta, Pusaka Indonesia, Yayasan Kakak, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta yang diterima di Jakarta, Jumat (04/09/2020) dikutip dari laman Antaranews.
Riset ini merekomendasikan untuk melarang penjualan rokok kepada anak dan melarang memajang produk tembakau di tempat-tempat penjualan; melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam bentuk apa pun di tempat-tempat penjualan; dan melarang penjualan rokok secara batangan.
Kemudian, revisi PP 109/2012 diharapkan menghasilkan kebijakan secara nasional yang lebih kuat untuk melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok serta pemajangan kemasan rokok.
Tubagus menilai perlu campur tangan pemerintah untuk melarang memajang produk rokok di tempat penjualan, termasuk iklan dan model promosi lainnya, di tingkat nasional maupun peraturan daerah.
Ia mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang saat ini tengah dalam proses revisi.*