Hidayatullah.com– Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyebut massa demonstrasi yang dipimpin FPI dan PA 212 dengan istilah sampah demokrasi. Hal itu ia sebut lantaran geram melihat masyarakat yang tetap menggelar aksi unjuk rasa pada Selasa (13/10/2020) saat sedang masa pandemi.
“Dalam masa pandemi, dia kirim orang untuk berdemonstrasi. Di mana logikanya coba. Jangan jadi sampah demokrasi di negeri ini,” kata Ngabalin kepada wartawan, (13/10/2020).
Ngabalin, dalam hal ini menyampaikan kekesalan dari balik pagar Istana Negara, Jakarta Pusat saat memantau aksi unjuk rasa yang dilancarkan Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak) NKRI. Dalam aksi tersebut, massa memang berupaya menggeruduk Istana. Namun mereka tertahan lantaran Kepolisian memblokade jalan.
Ngabalin pun mempertanyakan alasan masyarakat datang ke Istana Negara maupun gedung DPR RI untuk menggelar unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab menurutnya, ada hak konstitusi yang dapat digunakan masyarakat bila keberatan dengan UU Ciptaker.
Misalnya, kata Ngabalin, masyarakat bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ngabalin mengatakan langkah tersebut menjadi cara legal yang telah diatur di dalam UUD 1945.
“Untuk apa dia datang ke Istana. Untuk apa dia datang ke DPR. Untuk apa dia demonstrasi di jalan. Sementara hak-hak konstitusi yang bisa dipakai itu tidak dia gunakan,” sebut Ngabalin.
Lebih jauh, Ngabalin menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir massa aksi yang coba-coba membuat kerusuhan, karena lanjut Ngabalin setiap perusuh akan berhadapan dengan aparat TNI dan Polri.
“Enggak ada cerita dengan para perusuh. Kalau kau mengacaukan keadaan negeri ini, maka kau berhadapan dengan TNI-Polri, itu kalimatnya,” ujarnya.
Diketahui, sejumlah organisasi massa seperti FPI, GNPF Ulama, dan PA 212 menggelar aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Mereka tergabung dalam aliansi bernama Anak NKRI. Sejak pukul 13.00 WIB, peserta aksi sudah memadati Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat.
Sementara poin yang disuarakan tidak hanya soal UU Ciptaker, namun juga soal RUU HIP/BPIP, China, Komunis, hingga desakan pengunduran diri Joko Widodo dari kursi ke Presidenan.* Azim Arrasyid