Hidayatullah.com– Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH Prof Didin Hafidhuddin, menyatakan bahwa para ulama berkewajiban meluruskan arah bangsa dan negara kalau terjadi ketidaksesuian dengan UUD 1945 dan Pancasila yang murni dan konsekuen.
Demikian disampaikan Prof Didin dalam konteks menjelaskan tema Musyawarah Nasional X MUI “Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila, dan UUD NRI 1945, secara Murni, dan Konsekuen” saat memberikan sambutan semalam.
“Dan bila ada yang terjadi tidak sejalan, maka kewajiban kita para ulama meluruskan arah tersebut agar sejalan dengan UUD 1945, Pancasila yang murni dan konsekuen,” ujar Prof Didin yang hadir secara luring di arena Munas X MUI, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Baca: Prof Din: MUI Harus Mengukuhkan Posisi sebagai Mitra Kritis Pemerintah
Prof Didin menerangkan, di antara peran MUI selama ini sangat signifikan. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar, mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan kesatuan umat Islam.
Dalam rangka membangun ukhuwah Islamiah yang kuat itu, Wantim MUI hampir setiap bulan, bahkan sepekan sekali bersilaturahim melakukan ta’liful qulub dan fikr untuk diputuskan bersama. “Dengan harapan ada kesatuan langkah memecahkan masalah ekonomi yang berpihak kepada golongan lemah, demikian juga hukum, keadilan, pendidikan, dan masalah lainnya,” ujar ulama yang juga Ketua Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) ini.
Kiai Didin berharap melalui Munas X, MUI menghasilkan kepemimpinan baru yang mempertahankan tugas MUI sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dan shodiqul hukumah (mitra pemerintah), serta menjaga ukhuwah Islamiyah yang semakin baik. “Itulah yang harus kita jaga bersama-sama,” pesannya.
Ia juga menerangkan perihal istilah wasathiyah yang berasal dari wasatha yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 143. Di dalam banyak tafsir, jelasnya, dinyatakan bahwa wasathan adalah umat yang terbaik, umat yang adil yang menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan umat yang menempatkan sesuatu di antara dua kutub, di antara kubu yang rigid dan kaku dengan kubu liberalisme yang bebas.
“Karena itu, bangunan yang kita bangun bersama dengan kecintaan kepada negara ditopang landasan kuat yaitu wasathiyatul Islam,” sebutnya, menambahkan, bangunan Indonesia merupakan bangunan religius yang juga bergantung pada implementasi ajaran agama sendiri. “Peradaban Indonesia adalah identik dengan keberkahan, selalu bertambahnya kebaikan dan kemanfaatan,” tambahnya.
Baca: Siapa Pengganti KH Ma’ruf Amin? Ini Kriteria Sosok Ulama Ketua Umum MUI yang Diharapkan
Tak lupa, Prof Didin mengajak segenap peserta munas untuk mendoakan Indonesia agar segera dikeluarkan dari pandemi Covid-19. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala menyelamatkan bangsa Indonesia dari musibah yang dinilai berat itu.
“Saudara-saudara kita yang menderita Covid-19 mudah-mudahan diangkat penyakitnya dan yang meninggal menjadi syahid dan khusnul khatimah,” ujarnya berharap.
Sementara Ketua Wantim MUI Prof Din Syamsuddin tidak hadir dalam pembukaan Munas X MUI tersebut. “Dengan menyesal dan memohon maaf, karena alasan tertentu, saya tidak dapat menghadiri Munas,” ujar Din dalam pesan tertulisnya pada Selasa (24/11/2020) diterima hidayatullah.com.
Dalam pesannya itu pula, Din menekankan bahwa MUI harus mengukuhkan posisi sebagai mitra kritis pemerintah, dengan tidak segan dan sungkan membela jika pemerintah benar dan mengoreksi jika ia salah. “Elan vital sebagai Gerakan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar harus tetap ditegakkan. MUI perlu dipimpin oleh ulama yang berintegritas dan beristiqamah memperdulikan nasib umat Islam,” pesannya.
Munas X MUI digelar di Hotel Sultan Jakarta, Rabu-Jumat (25-27/11/2020), dibuka Presiden Joko Widodo dan akan ditutup Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Munas berlangsung secara luring dan daring. Peserta luring merupakan pengurus MUI Pusat dan perwakilan daerah, sedangkan peserta daring adalah para pengurus daerah. Munas X MUI ini akan membahas sejumlah agenda penting antara lain fatwa, rekomendasi, dan pergantian kepengurusan dan puncak pimpinan.*