Hidayatullah.com- Komisioner Komnas HAM RI Sandra Moniaga selaku Koordinator KuPP mengatakan bahwa kenyataannya masih cukup banyak penyiksaan terjadi saat ini. Oleh karena itu ia meminta agar jangan sampai terulang kembali adanya penyiksaan sepanjang proses hukum terhadap siapa saja.
“Kami sampaikan agar tidak lagi terjadi penyiksaan dari proses awal penyelidikan,” ujarnya dalam pertemuan KuPP bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI Mahfud MD beserta jajarannya dan Dirjen HAM Kemenkumham RI Mualimin Abdi di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (09/02/2021). KuPP adalah Kerja Sama Lima Lembaga Negara, yaitu Komnas HAM RI, Komnas Perempuan, KPAI, LPSK, dan Ombudsman RI untuk Pencegahan Penyiksaan.
Dalam pertemuan itu, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menyampaikan, KuPP merupakan implementasi dari Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) yang telah diratifikasi Indonesia pada tanggal 28 September 1998 melalui UU No. 5 tahun 1998 dan karenanya menjadi Negara Pihak (negara yang ikut dalam ketentuan) Konvensi.
Semangat yang diusung kerja sama lima lembaga negara ini adalah melakukan perbaikan dan penyelesaian persoalan secara sistemik yang mengedepankan pendekatan konstruktif.
Baca: Maaher At-Thuwailibi Meninggal di Rutan Bareskrim, Polri Sebut karena Sakit
Taufan menjabarkan tahapan yang sebelumnya telah dilakukan KuPP antara lain melakukan MoU bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Imigrasi, assessment, pemantauan bersama di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan dan lembaga-lembaga lain yang menyerupai rumah tahanan dan kemudian menghasilkan bahan-bahan rekomendasi untuk perbaikan dan pembenahan sistem yang mematuhi standar dan norma hak asasi manusia sesuai dengan UNCAT serta instrumen HAM lainnya.
Lebih lanjut, dalam pertemuan ini dibahas koordinasi kerja sama dengan Kemenkopolhukam dalam melakukan akselerasi upaya bersama untuk pencegahan penyiksaan, perlakuan kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia serta mendorong Pemerintah untuk meratifikasi Optional Protocol of Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (OPCAT).
“Peran Kemenko Polhukam sangat diharapkan untuk melakukan akselerasi dan memastikan hal ini bisa tertangani dengan baik, terutama di pihak Kementerian Hukum dan HAM yang selami ini kami sudah ada kerjasama,” ujar Taufan dirilis Humas Komnas HAM.
Baca: Komnas HAM: Kami Akan Minta Keterangan Polisi Soal Kematian Maaher At-Thuwailibi
Menko Polhukam Mahfud MD menyambut baik inisiasi tersebut. Menurutnya hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk memperbaiki situasi HAM khususnya dalam penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM supaya tidak lagi ada praktik-praktik kekerasan, penyiksaan dan perendahan martabat manusia. Komitmen ini disebut akan ditindaklanjuti dengan pertemuan teknis bersama.
“Saya setuju kita tindaklanjuti kesadaran bahwa perlindungan HAM jauh kebih baik, meski belum memuaskan. Kita sudah punya Komnas HAM, LPSK, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman dan Polri yang semakin sadar akan pentingnya HAM, tapi tentu ini semua perlu kita tingkatkan,” sebut Mahfud.
Hadir pula dalam pertemuan ini Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin Al Rahab, Komisioner Pengkajian & Penelitian Komnas HAM RI selaku Koordinator Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) Sandra Moniaga, Ketua LPSK Hasto Atmojo, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu serta Koodinator Pelaksana Program KuPP Antonio Pradjasto.
Beberapa jam sebelum pertemuan itu, penceramah Soni Eranata yang dikenal dengan panggilan Maaher At-Tahuwailibi meninggal dunia dalam rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (08/02/2021) malam.
Pengacara Maaher, Juju Purwantara, mengatakan bahwa kliennya itu meninggal dunia sekitar pukul 19.00 WIB, kemudian sekitar jam 8 dibawa ke RS Polri. Juju kepada wartawan mengatakan bahwa Maaher sebelumnya memang menderita sakit sehingga sempat meminta pembantaran kepada polisi.
Baca: Maaher At-Thuwailibi Meninggal di Rutan Bareskrim Polri, Tengku Zulkarnain Sampaikan Hal Ini
Karopenmas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyebut Maaher meninggal karena sakit. Sementara Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, pihaknya akan menyelidiki penyebab kematian penceramah Maaher At-Thuwailibi. Pertama-tama, Komnas HAM akan menghimpun keterangan dari kepolisian. “Iya kami akan meminta keterangan kepolisian. Kenapa penyebab kematiannya,” kata Choirul Anam, Selasa (09/02/2021) sebagaimana diberitakan hidayatullah.com sebelumnya.
Meski kepolisian telah menyatakan penyebabnya kematian Maheer karena sakit yang selama ini dideritanya, tapi Choirul mengatakan tetap perlu ada penggalian keterangan mengenai riwayat sakit yang bersangkutan.*