Hidayatullah.com — Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menghadiri sidang lanjutan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Terihat ia duduk di bangku depan kursi pengunjung, Gatot terlihat mengenakan pakaian warna serba hitam. Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat.
Sidang itu beragendakan pembelaan terdakwa melalui kuasa hukunya, atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Gatot mengatakan hadirnya dirinya, dengan harapan penegak hukum dapat berlaku adil sesuai dengan sumpah jabatan dan amanah Undang-undang Republik Indonesia.
“Saya hanya mengingatkan saja tentang Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Gatot Nurmantyo usai persidangan kasus yang menjerat petinggi KAMI, Syahganda Nainggolan, di PN Depok, Kamis (08/04/2021).
Gatot juga berpesan supaya hakim berbuat adil. “Sehingga, menurut asumsi saya apabila hakim maupun jaksa penuntut umum melaksanakan segala putusan-putusannya karena titipan orang atau pesanan-pesanan, maka hakim atau jaksa menganggap bahwa Tuhannya adalah orang yang memberikan pesanan tersebut, bukan Tuhan Yang Maha Esa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gatot menuturkan pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa adalah kepada Tuhan. “Sehingga pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa bukan pada masyarakat, tapi pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya hanya ingatkan itu saja,” katanya.
Gatot yakin baik jaksa dan hakim adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Sehingga mudah-mudahan segala putusan berdasarkan fakta peradilan tidak dipengaruhi apapun. “Karena putusan itu akan dipertanggungajwabkan pada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” pungkasnya.
Diketahui, pada persidangan sebelumnya, Syahganda dituntut hukuman 6 tahun penjara dalam perkara penyebaran berita bohong terkait Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan Tanjung. Dia menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Seusai persidangan, Syahnan memaparkan alasannya menuntut Syahganda 6 tahun penjara. Hal yang memberatkan, kata dia, terdakwa tidak berterus terang. “Tapi dalam fakta, baik dari fakta saksi ahli maupun dokumen yang ada dalam barang bukti, kami sudah cukup yakin petunjuk rangkaian itu bahwa terdakwalah pelakunya,” kata JPU, pada Kamis (01/04/2021).*