Hidayatullah.com–Draf arah pendidikan nasional yang sedang disusun Kemendikbud-Ristek sempat menjadi bahan diskusi serius para pakar, pengamat, maupun praktisi pendidikan. Sejumlah ormas Islam berpengaruh seperti Muhammadiyah dan NU telah memberikan masukan yang bersifat fundamental, bahwa nilai-nilai agama tidak boleh dilepaskan dari arah pendidikan nasional kita.
Demikian menurut Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Dr. KH. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., MA. kepada Hidayatullah.com, usai menjadi keynote speaker pada webinar pendidikan menyongsong 100 tahun Indonesia, yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah.
Menurut Zaitun Rasmin, pendidikan nasional akan berhasil jika nilai-nilai agama juga diikutsertakan. Karena agama merupakan hal fundamental, yang ditulis secara lugas pada sila pertama Pancasila (ketuhanan yang maha esa).
Pancasila sendiri, menurut Zaitun, secara otomatis akan selalu dijadikan sebagai landasan ideal arah pendidikan nasional kita. “Selama ini arah pendidikan kita seolah-olah difokuskan pada pengajaran saja. Antar sekolah saling berlomba melahirkan anak yang mampu secara kognitif saja, namun dua kemampuan lainnya, yaitu afektif dan behavioral seakan-akan tidak diperhatikan dengan baik. Jadi pendidikan kita sekarang miskin pengasuha dan pembinaan,” kata Zaitun Rasmin.
Ketua Ikatan Ulama dan Da’i se-Asia Tenggara ini menjelaskan, bahwa ada tiga kebutuhan anak yang harus dipenuhi oleh pendidikan nasional kita. Kebutuhan pertama adalah pengasuhan. Kebutuhan akan pengasuhan ini diberikan sejak anak lahir.
Ppengasuhan telah diberikan jauh sebelum anak lahir, yaitu dengan mempersiapkan secara baik para ibu dan ayah yang menjadi penyebab fitrah kelahiran anak tersebut. Sehingga ibu dan bapak dari anak tersebut harus diikutsertakan sebagai figur utama dalam arah pendidikan nasional.
“Oleh karena ini, kemenag (Kementerian Agama) wajib digandeng Kemendikbud-Ristek dalam menyusun arah pendidikan nasional. Sebab mereka (kemenag) selain memiliki tugas pokok dalam pendidikan keagamaan juga memiliki tugas dan tanggung jawab pembinaan pada umat beragama, jelasnya.
Penanggungjawab utama pengasuhan ini, menurut Zaitun Rasmin, diamanahkan kepada orangtua dari anak tersebut. Selanjutnya pihak lmbaga pendidikan, termasuk di dalamnya para guru, memberikan pengasuhan selama anak-anak berada di lingkungan lembaga pendidikan yang diikuti.
“Selain diberi pengasuhan yang baik, anak-anak juga harus diberi pembinaan di rumah, sekolah atau pesantren, maupun di lingkungan lainnya tempat anak-anak berada. Pengasuhan dan pembinaan inilah yang nantinya akan memberikan kemampuan afektif dan behavioral anak,” kata Zaitun Rasmin.
Menurut mantan Dosen Islamic University of Tokyo itu, anak-anak yang memiliki kemampuan afektif dan behavioral yang baik, pasti dengan sendirinya akan memiliki kemampuan kognisi yang membanggakan, karena pengajaran apa saja yang diberikan kepada anak tersebut, pasti akan dikuasainya dengan baik.
“Dengan demikian, arah pendidikan nasional kita tidak hanya menekankan pada otak atau isi kepala anak saja, tetapi juga memperhatikan perasaan, hati, dan perlaku anak,” pungkas Zaitun Rasmin.*/ Emnorha