Hidayatullah.com — Hari Senin dini hari, 23 Dzulhijjah 1442 H (2 Agustus 2021), suasana mendung menyelimuti para aktivis dakwah. Ustadz Muhammad Fanni Rahman, aktivis dari Masjid Jogokariyan Yogyakarta, wafat.
Abah Fanni –panggilan akrabnya—kembali ke Rahmatullah setelah menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jenazah telah dimakamkan di kompleks Pesantren Masyarakat Merapi Merbabu, Magelang (Jateng).
Ucapan duka dan doa mengalir dari berbagai kalangan. Mulai dari kawan sepermainan di Jogokariyan hingga tokoh nasional dan internasional.
Misalnya dicuitkan oleh Ustadz Yusuf Manshur, “Pahala beliau banyak banget. Sukses mimpin Masjid Jogokariyan yang legend betul. Dan mimpin pesantren Merapi Merbabu. Ya Rabb. Surga. Surga. Surga.”
Sosok Mengesankan
Muhammad Fanni Rahman lahir di Yogyakarta 43 tahun lalu. Sejak kecil aktif di Masjid Jogokariyan. “Tidur pun aku lebih banyak di masjid daripada di rumah,” ujarnya suatu saat.
Tak berlebihan jika masjid telah menjadi “darah dagingnya”. Pada periode 2015-2019, Abah Fanni adalah Ketua Umum Takmir Masjid Jogokariyan. Sedangkan saat ini, amanahnya sebagai anggota Dewan Syuro di masjid yang dikenal sebagai percontohan masjid makmur ini.
Di lingkungan masjid, Abah Fanni dikenal sebagai sosok yang sering mengalirkan gagasan yang unik dan brilian. Dia menjadi salah satu “pabrik ide” sehingga beragam aktivitas di Masjid Jogokariyan kerap tampil mengesankan.
Aktivitasnya di masjid membuatnya akrab dengan banyak tokoh. Mulai dari level lokal, nasional, hingga internasional.
Sebagian besar tokoh yang tampil di Masjid Jogokariyan, hampir pasti didampingi Abah Fanni. Tidak sekadar mendampingi layaknya takmir atau panitia, namun terjalin hubungan yang begitu akrab dan mengesankan di waktu-waktu selanjutnya.
Gambarannya seperti yang dicuitkan da’i kondang Ustadz Abdul Somad (UAS), sesaat setelah Abah Fanni wafat.
“Kami bertemu di Masjid Jogokariyan. Sejak itu, setiap aku ke Jogja, kami selalu bersua. Aku merasa ia lebih ‘alim, wara’, tapi saat aku datang, ia selalu “menjatuhkan” diri di hadapan murid-muridnya, ia memposisikan diri sebagai MC dan moderator.”
“Saat membacakan Al-Fatihah tadi, terasa perih di pangkah hidung, menyesak di dada. Mengapa dia punya tempat di hatiku. Setelah kucari-cari, setidaknya ada tiga alasan: Pertama, dia tidak sombong. Kedua, dia tidak kasar. Ketiga, dia berbagi hadiah. Tidak mesti mahal. Tapi berkesan.”
Penyantun Anak Yatim
Geliat dakwahnya tidak cuma dirasakan di area Yogyakarta hingga Indonesia. Juga merambah ke beberapa belahan dunia.
Abah Fanni adalah relawan Sahabat Al-Aqsha. Ia pernah menjadi Ketua Umum lembaga yang peduli pada perjuangan Baitul Maqdis dan Palestina ini.
Tak terhitung lagi santunan dan kepeduliannya, misalnya kepada anak-anak yatim, dhuafa, janda syuhada, para penghafal Al-Qur’an di Palestina, Suriah, Yaman, Rohingya, Uighur, dan sebagainya. Rumah dan markasnya di Omah Dakwah Jogokariyan juga dipenuhi poster-poster terkait perjuangan Baitul Maqdis.
Abah Fanni pernah terjun langsung di Gaza (Palestina) yang begitu sulit masuknya, sebab wilayah ini diisolasi oleh penjajah “Israel”. Juga menggendong langsung anak-anak yatim dan dhuafa di kamp-kamp pengungsi Suriah.
“Engkau bukan hanya milik Masjid Jogokariyan saja, bahkan milik Indonesia dan dunia. Semua merasakan kebaikan-kebaikanmu para janda, anak-anak yatim dan kaum dhuafa korban perang dan korban kejahatan kemanusiaan, di Indonesia, Palestina, Suriah, Yaman, Myanmar, Uyghur, dan lainnya,” ujar Ustadz Abdullah Sholeh Al-Hadrami, mubaligh dari Malang (Jatim).
Meski aktivitasnya telah malang-melintang di tingkat dunia, namun tetap tidak lupa dengan dakwah di pelosok desa. Abah Fanni adalah pendiri Pesantren Masyarakat Merapi Merbabu (PM3), yang lokasinya terpencil di lereng gunung.
Begitu dekat dengan warga, sehingga pesantren tersebut amat dicintai masyarakat sekitar. Ketika prosesi pemakaman jenazah, meski tetap menegakkan protokol kesehatan, warga pun tetap tak terbendung untuk datang berduyun-duyun ke pesantren.
Sehari sebelum Abah Fanni wafat, warga desa bahkan menggelar doa bersama di Masjid Dusun Windusajan Desa Wonolelo Kecataman Sawangan (Magelang), lokasi PM3.
“Mari kota doakan yang terbaik untuk guru kita, sahabat kita, orang tua kita, yang telah berjasa besar bagi masjid ini, pesantren, dan masyarakat,” ujar imam masjid.
Pesantren tersebut mendidik para santri agar menjadi hafizh Al-Qur’an, da’i yang tangguh, sekaligus wirausahawan yang sukses dunia akhirat. Abah Fanni sendiri kerap mengisahkan kisahnya sebagai pengusaha, agar menjadi inspirasi bagi para santri.
Tidak cuma teori, sebab Abah Fanni adalah pengelola beberapa unit usaha. Dan sebagian besar keuntungan dari usahanya itu banyak didedikasikan untuk dakwah.
Misalnya penerbit ProU Media, yang selama ini dikenal sebagai penerbit buku-buku harakah. Banyak penulis muda produktif yang lahir dari penerbitan ini, misalnya Mohamamd Fauzil Adhim dan Salim A. Fillah.
Beberapa saat lalu, Fauzil Adhim pernah mengikuti rapat manajemen Pro-U Media. Abah Fanni menggariskan sikap penting yang sangat mendasar agar keputusan manajemen senantiasa memperhatikan kemaslahatan dan nasib tiap-tiap orang yang ada di dalamnya.
“Bagi Mas Fanni, penerbitan —sebagaimana usahanya yang lain— adalah wasilah untuk pulang ke kampung akhirat. Hanya sarana untuk membela Muslimin dan beramal shalih. Inilah agaknya yang menjelaskan mengapa setiap bertemu Mas Fanni, atau tatkala berkomunikasi via HP, senantiasa muncul spontanitas gagasan amal shalihnya,” tulisa Fauzil Adhim di laman media sosialnya.
Abah Fanni juga mengelola Gerai Pro-U yang bergerak di bidang fashion, serta busana merek Full Heart. Usaha kuliner pun digeluti, misalnya warung steak Upload, warung padang, dan belum lama ini meluncurkan warung sop iga.
Tak heran jika beragam aktivitasnya di atas membuat berbagai kalangan merasa amat kehilangan ketika ia wafat. Sekaligus banyak kalangan yang bersaksi bahwa Abah Fanni Rahman selama hidupnya benar-benar aktivitas dakwah yang tangguh, dengan beragam amal shalih yang tak terlupakan dan jejaknya terus membekas panjang melampaui usianya.
Sesaat sebelum dirawat di ruang ICU, Abah Fanni menyampaikan pesan khusus kepada para aktivis dakwah. Di antaranya, aktivis itu hendaknya: Senantiasa bersyukur, terus jaga kekompakan, jangan saling su’uzhan, hilangkan rasa ego diri, jangan mudah memandang kesalahan orang lain, dan saling men-support (mendukung) dan saling menutup aib orang lain.* /Pambudi Utomo