Hidayatullah.com — Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara meminta majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya. Hal itu dia sampaikan saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Eks Politisi PDI-Perjuangan itu didakwa kasus suap pengadaan bantuan sosial sembako untuk penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. “Dari lubuk hati yang paling dalam, saya sungguh menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat dari perkara ini. Oleh karena itu, permohonan saya, istri saya dan kedua anak saya serta keluarga besar saya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan,” kata Juliari dipersidangan melalui video conference dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (09/8/2021) lalu.
Juliari mengaku bahwa dia tidak menerima uang suap pengadaan bansos sembako tersebut. Dia bertaruh sebab dalam persidangan hanya ada dua orang yang menyatakan dirinya menerima suap sebesar Rp14,7 miliar yakni terdakwa Adi Wahyono dan terdakwa Matheus Joko Santoso. Keduanya adalah pejabat di Kementerian Sosial.
Selain itu, Juliari juga mengatakan selama persidangan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menghadirkan sebagian kecil vendor penyedia bantuan sosial ke pengadilan. “Sebagian besar dari vendor yang nama-namanya ada di dalam Surat Dakwaan Saya tidak pernah dipanggil di persidangan bahkan mereka juga ada yang tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan,” tuturnya.
Vendor-vendor yang diperiksa pengadilan pun tidak pernah menyebutkan uang yang mereka setor kepada Matheus atau Adi adalah uang untuk Juliari. Bahkan, sebagian besar dari mereka mengaku tidak pernah bertemu atau mengenal Juliari Batubara secara personal.
“Dari 3 (tiga) orang Saksi yang diduga menerima uang dari Matheus Joko Santoso ataupun dari Adi Wahyono yaitu Eko Budi Santoso, Kukuh Ary Wibowo, dan Selvy Nurbaity juga telah secara gamblang menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima yang untuk diberikan kepada saya,” kata Juliari.
“Artinya memang tidak ada aliran dana dari Terdakwa Matheus Joko Santoso ataupun Terdakwa Adi Wahyono kepada saya yang berasal dari setoran para vendor bansos sembako,” ungkapnya.
Juliari juga menjelaskan soal penggunaan pesawat pribadi. Dia mengatakan dana untuk sewa pesawat pribadi berasal dari dua sumber, pertama hibah dalam negeri, kedua anggaran Kementerian Sosial itu sendiri. Lewat Sekretaris Pribadinya, Selvy Nurbaiti dia meminta tolong untuk berkoordinasi dengan Biro Umum pada Kesekjenan Kementerian Sosial untuk mencari anggaran untuk menyewa pesawat pribadi. “Dalam arti mencarikan anggaran yang memang sudah teralokasi di DIPA Kementerian Sosial Tahun Anggaran 2020. Bukan dari sumber lainnya,” kata dia.
Lebih lanjut, Juliari menyampaikan kasus ini telah menyebabkan penderitaan baginya dan bagi keluarganya, termasuk anak dan istrinya yang tidak bersalah. Dia mengaku keluarganya mendapat cacian dan hinaan.
Media massa kata dia tak pernah berhenti menggambarkan sosoknya yang hina. Juliari mengatakan anak-anaknya masih kecil dan membutuhkan sosok ayah, sehingga vonis penjara akan berdampak pada anak-anaknya juga.
“Putusan Majelis Hakim Yang Mulia akan teramat besar dampaknya bagi keluarga saya, terutama bagi anak-anak saya yang masih dibawah umur, dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai seorang ayah,” terangnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan Juliari Batubara telah terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Atas perbuatannya itu jaksa menuntut Juliari dijatuhi hukuman 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama, yaitu Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.*