Hidayatullah.com — Organisasi Masyarakat Islam Nahdlatul Ulama (NU) baru saja selesai menggelar Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Jakarta, 25-26 September 2021.
Munas dan Konbes NU 2021 ini terdiri dari Komisi Bahtsul Masail, Komisi Organisasi, Komisi Program, dan Komisi Rekomendasi. Dalam forum tertinggi NU setelah muktamar itu di antaranya soal keputusan pelaksanaan Muktamar ke-34 NU yang bakal berlangsung di Provinsi Lampung.
Saat memberi sambutan sekaligus membuka Munas dan Konbes NU 2021, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siraj menyampaikan berbagai catatan yang ditujukan ke Pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Diantara itu PBNU melihat perolehan prosentase pembelian alat kesehatan (alkes) yang didominasi produk impor. Ini menandakan rapuhnya sistem kesehatan nasional. Dengan begitu, Pemerintah diminta memperbaiki sistem kesehatan nasional dengan meningkatkan rasio dan keandalan fasilitas kesehatan (RS dan Puskesmas), mengurangi kesenjangan distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan (dokter/dokter spesialis, perawat, dan bidan), serta memperkuat ekosistem kesehatan, mulai kemandirian farmasi, penambahan dokter dan nakes, kapasitas RS dan Puskesmas, dan produksi alkes.
“Saat ini, sekitar 94 persen alkes yang beredar adalah produk impor. Dominasi produk impor adalah menandai rapuhnya sistem kesehatan nasional,” ujar Said Aqil seperti dikutip Hidayatullah.com, di Youtube NU Online, Rabu (29/09/2021).
Kiai Said juga mengimbau agar Pemerintah tidak semberono dalam mengelola dana pemulihan ekonomi nasional, termasuk waspada terhadap hutang luar negeri yang terus bertambah besar.
“Pemerintah berhati-hati dalam pengelolaan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) agar tepat guna dan tetap sasaran. Jangan sampai, dengan dalih pandemi, uang negara dihamburkan tanpa pertanggungjawaban,” tegasnya.
“Pemerintah juga perlu waspada dengan jumlah utang yang naik pesat, dari Rp4.778 triliun pada 2019 menjadi Rp6.074 triliun pada 2020. Pengendalian utang perlu agar Indonesia tidak terperangkap dalam jerat utang (debt trap) di masa depan,” lanjut Said.
Lebih lanjut, Said juga menyampaikan dalam Munas dan Konbes NU itu dibahas pula materi hukum gelatin, hukum mata uang crypto, pandangan mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), hukum daging berbasis sel, moderasi NU dalam politik, telaah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama, dan Metode Istinbath Maqashidi, pajak karbon dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), dan RUU Larangan Minuman Beralkohol, serta sejumlah keputusan internal organisasi dan butir-butir rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat secara umum. Semua itu akan dibawa pada Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 23-25 Desember 2021
Diawal sambutannya, Said lebih dulu menyinggung situasi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai. Meski situasi saat ini cenderung melandai di tengah gencarnya ikhtiar Pemerintah melakukan vaksinasi, kita tidak boleh lengah dan abai.
“NU mendukung dan membersamai langkah-langkah Pemerintah dalam menangani pandemi, dari hulu hingga hilir. Dari sisi hulu, penerapan prokes tidak boleh kendor. Meski sekarang tengah landai, ada kemungkinan terjadi lonjakan gelombang ketiga,” bebernya.
Said mengatakan menurut keterangan epidiomolog, berdasarkan pola kurva tiga-lima bulanan, lonjakan diperkirakan terjadi di akhir 2021. Dari sisi tengah, NU mendukung percepatan vaksinasi agar segera terbentuk herd immunity atau kekebalan komunitas.
Pandemi hanya bisa diatasi dengan sinergi dan kerja sama Pemerintah dan masyarakat. Masyarakat displin prokes, sementara Pemerintah menggalakkan vaksinasi dan memperbaiki ekosistem kesehatan.
“Pemerintah perlu membatasi akses masuk bagi tenaga kerja asing, sampai situasi pandemi terkendali. Di sisi lain, masyarakat tidak boleh euforia dengan berbagai pelonggaran kegiatan masyarakat. “Kita semua harus waspada terkait potensi datangnya gelombang ketiga,” terangnya.*