Hidayatullah.com – Tiga dekade lebih bukanlah perjalanan pendek bagi sebuah media dakwah. Sejak pertama kali terbit pada Mei 1988, Majalah Suara Hidayatullah terus bertahan sebagai salah satu media dakwah umat Islam di Indonesia.
Dalam rangkaian Milad ke-37 yang digelar di Kantor Redaksi Surabaya, panitia turut menyoroti sejumlah momen penting dalam sejarah redaksi. Perjalanan ini tidak hanya mencerminkan dinamika dakwah media, tetapi juga ketekunan dalam menjaga idealisme di tengah tantangan zaman.
Berikut lima momen penting redaksi Majalah Sahid selama 37 tahun perjalanan:
- Komputer Desktop Pertama Majalah Suara Hidayatullah (Akhir 1988)

Masih menggunakan sistem operasi DOS, MS Word, dan Lotus 123—lengkap dengan disket keplek dan bunyi kriyek-kriyek khasnya. Foto Dzikrullah WP dan BM Wibowo diambil di Kamar 3—bekas kamar tidur santri-mahasiswa yang diubah menjadi ruang kerja satu-satunya yang ber-AC. Di sinilah para redaksi “ngadem” sepulang kuliah atau tugas luar. Lokasinya: Markaz Pesantren Hidayatullah yang masih mengontrak di Jl. Gebang Lor No. 49, Sukolilo, dekat ITS. Rumah perjuangan para aktivis mahasiswa perintis Hidayatullah Surabaya, yang kelak menyebarkan dakwah hingga ke Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Timor Timur.
- Wartawan Suara Hidayatullah Ditembak Tentara Zionis di Mavi Marmara (2010)

Surya Fachrizal, wartawan Suara Hidayatullah, menjadi korban dalam insiden penyerangan kapal aktivis Mavi Marmara oleh tentara “Israel” di Laut Tengah, 31 Mei 2010. Ia ditembak di bagian perut dan kehilangan banyak darah. Surya harus menjalani operasi besar, namun akhirnya berhasil diselamatkan. Ia bergabung dalam misi kemanusiaan ke Gaza bersama ratusan relawan dari berbagai negara, termasuk 12 warga negara Indonesia.
- Berkali-kali Menolak Undangan Kedubes Amerika ke Negeri Mereka (2012)

Majalah Hidayatullah dua kali didatangi Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Amerika Serikat yang membawa undangan resmi untuk berkunjung ke negeri mereka. Kunjungan dalam foto di atas terjadi pada Februari 2012, di tengah maraknya kasus penistaan terhadap al-Qur’an di AS. Saat itu, redaksi menyatakan akan mempertimbangkan undangan tersebut hanya jika pemerintah AS menghukum pelaku penistaan itu. Tentu, mereka menolak—dengan alasan kebebasan berekspresi. Maka kami pun menolak hadir memenuhi undangan tersebut.
4. Hidayatullah.com, Pelopor Media Islam Digital di Indonesia (1996)

Majalah Suara Hidayatullah menjadi media Islam Indonesia pertama yang memiliki situs web, www.hidayatullah.com, sejak 7 September 1996. Website ini dibangun lewat kolaborasi unik antara Purnomo (bagian keuangan Sahid) dan Fitto Alamsyah, mahasiswa IT di Universitas Newcastle, Inggris. Hidayatullah.com menjadi pelopor media online Indonesia—bahkan hadir lebih awal dari Detik.com yang baru muncul tahun 1998.
5. Jurnalis Indonesia Pertama yang Berhasil Wawancarai Pemimpin Tertinggi Hamas (2006)

Pada September 2006, wartawan dan kontributor Majalah Hidayatullah, Dzikrullah W Pramudya, bersama istrinya, Santi W Soekanto—saat itu Pemimpin Redaksi Majalah Alia—berhasil mewawancarai Khalid Misyal, pemimpin tertinggi Hamas pasca Syaikh Ahmad Yassin dan Dr Abdul Aziz ar-Rantisi. “Kami wartawan pertama dari Indonesia yang mewawancarainya,” ujar Dzikru. Wawancara ini baru terwujud setelah tiga pekan dan proses screening ketat oleh pengawal pribadi Khalid. Mengingat Khalid adalah target utama penjajah “Israel”, upaya ini tentu bukan perkara mudah.
Selain lima momen di atas, pameran juga menampilkan cover-cover monumental, infografis perjalanan redaksi, foto-foto lawas, serta kaleidoskop sejarah Majalah yang kerap disebut “Sahid” ini.
Majalah Suara Hidayatullah hadir pertama kali pada Mei 1988 dan kini memasuki usia ke-37. Ia tetap eksis sebagai bacaan alternatif umat—tidak hanya bertahan, tetapi terus melanjutkan sejarah dakwah dan jurnalisme Islam di Indonesia.