Hidayatullah.com—Kasus Restoran Ayam Goreng Widuran di Surakarta yang diduga menyajikan makanan dari bahan tidak halal tanpa mencantumkan informasi kepada konsumen, terus menuai respons keras dari otoritas pemerintah.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan, menegaskan bahwa pihaknya telah mengirim tim investigasi ke lapangan dan akan memperketat pengawasan bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Menurutnya, kasus ini menunjukkan adanya kelalaian serius dari pihak restoran yang berpotensi menyesatkan konsumen Muslim.
“Produk halal harus jelas dan memiliki sertifikasi. Demikian pula, jika menggunakan bahan yang diharamkan, maka pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal yang mudah dilihat dan tidak dapat dihapus,” kata Haikal di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024, Pasal 110 menyebut bahwa pelaku usaha yang menggunakan bahan haram wajib mencantumkan keterangan tidak halal.
Bila tidak, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi mulai dari peringatan tertulis hingga kewajiban menarik produk dari peredaran.
“Restoran Ayam Widuran tidak bersikap jujur dan transparan. Ini membahayakan konsumen, dan masyarakat bisa saja mengajukan class action,” tegas Deputi Pembinaan dan Pengawasan JPH BPJPH, H. EA Chuzaemi Abidin.
Sikap BPOM
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendukung pengujian laboratorium terhadap produk Ayam Goreng Widuran.
Ia menegaskan bahwa Balai POM Surakarta telah diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan kandungan makanan yang disajikan di restoran tersebut.
“Kami akan cek hasil laboratorium, meskipun pemilik restoran sudah mengakui bahwa minyak yang digunakan memang tidak halal,” ujar Taruna.
BPOM akan memeriksa apakah ada kandungan bahan seperti babi, gelatin, atau zat lain yang tidak sesuai dengan standar halal. Meski demikian, Taruna menegaskan bahwa BPOM hanya berwenang pada aspek pengujian kandungan, sementara status halal ditentukan oleh BPJPH dan Lembaga Pemeriksa Halal.
“Kami membantu memastikan kandungan, tapi keputusan halal atau tidak bukan ranah BPOM,” tambahnya.
Respons Menteri UMKM
Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, turut angkat suara terkait polemik ini. Ia mendukung langkah Wali Kota Solo Respati Ardi yang menutup sementara restoran tersebut demi menjaga kerukunan umat beragama dan perlindungan konsumen.
“Kalau ada pelanggaran aturan, maka harus diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” kata Maman, Rabu (28/5/2025).
Meski belum menyimpulkan adanya unsur pidana, Maman menekankan pentingnya kejujuran pelaku usaha dalam menjalankan usaha makanan, terlebih yang menyangkut kepercayaan masyarakat Muslim.
“Standardisasi halal juga harus menyangkut aspek kebersihan dan higienitas, tidak hanya dari sisi bahan,” ucapnya.
Kasus ini mencuat usai beredarnya video viral dari seorang mantan pegawai yang menyebut restoran legendaris tersebut menggunakan minyak goreng non-halal.
Restoran yang berdiri sejak 1973 itu selama ini dikenal luas dan banyak dikunjungi konsumen Muslim tanpa ada pemberitahuan tentang status kehalalan produknya.
Video pengakuan tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat, terutama umat Islam, yang merasa telah dibohongi selama puluhan tahun. Wali Kota Solo pun mengambil langkah cepat dengan menutup sementara operasional restoran.
“Penutupan ini untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan sosial. Kami juga menunggu hasil investigasi dari BPOM dan BPJPH,” kata Respati Ardi.
Sanksi dan Imbauan
BPJPH telah menyampaikan bahwa sanksi yang mungkin dikenakan kepada Ayam Widuran meliputi: Peringatan tertulis atas pelanggaran transparansi, kewajiban pencantuman label tidak halal, penarikan produk dari peredaran jika pelanggaran berlanjut.
Sementara itu, masyarakat yang merasa dirugikan disarankan untuk menyampaikan laporan ke kanal resmi seperti email [email protected] atau melalui BPKN.
Haikal Hasan menambahkan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pelaku usaha makanan untuk senantiasa jujur dan tunduk pada regulasi, serta pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi peredaran produk pangan di Indonesia.
“Kejujuran adalah fondasi utama dalam bisnis makanan. Jangan pernah mengkhianati kepercayaan konsumen,” tutupnya.* ant,rri