Hidayatullah.com— Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan agar umat Islam berhenti memperdebatkan Pancasila sebagai dasar negara. Terkhusus bagi Muhammadiyah, menurut Haedar, kesetiaan terhadap pancasila sudah final.
Sepanjang zaman, ungkap Haedar, komitmen Muhammadiyah terhadap Indonesia dan Pancasila tidak bisa diragukan. Dia menyebut bahwa di masa awal kelahiran Republik Indonesia, tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo menjadi tokoh sentral dalam perumusan Pancasila.
Sedang di masa modern, ungkap Haedar, Muhammadiyah meneguhkan kesetiaan terhadap Pancasila lewat dokumen Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah yang ditetapkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015.
“Inti dari dokumen Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah itu begini. Kita sudah berkomitmen bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila itu hasil kesepakatan termasuk tokoh umat Islam, bahkan tokoh utamanya adalah Ki Bagus dengan kompromi. Yaitu dari syariat kepada akidah, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Haedar, dilansir oleh Muhammadiyah.or.id.
“Kemudian yang kedua bahwa kita tidak cukup komitmen. Kita harus majukan Indonesia ini menjadi Indonesia yang berkemajuan. Sehingga tidak cukup jargon. Nah dalam konteks kesepakatan, kita tidak berpikir lain tentang bentuk negara misalkan,” imbuhnya.
Dalam forum virtual PWM Sulawesi Selatan, Ahad (10/10) Haedar mengajak untuk berhenti memperdebatkan ideologi Pancasila dan mulai untuk serius mengamalkannya.
“Nah nanti kalau mencari bentuk negara selain yang dasarnya Pancasila akan terjadi konflik ideologi lagi. Kalau ada dari kelompok agama apakah Islam atau non Islam bicara tentang konsep negara Islam atau negara agama, jangan salahkan nanti mereka yang pandangan sekuler juga mengajukan konsep pandangan sekuler. Mungkin kalau masih ada 1-2 yang komunis di negeri ini juga akan mengajukan negara komunis. Maka kembalikan. Dan pancasila itu sudah sejalan dengan Islam,” tegas Haedar.
Haedar meminta agar perdebatan Pancasila di ranah ideologis dikunci sebab kontra-produktif bagi kemajuan bangsa.
“Apa yang kita pikirkan adalah membangun Indonesia supaya sejalan dengan nilai-nilai agama, nilai Pancasila dan nilai kebudayaan luhur bangsa. Nah ini tugas kita,” pungkasnya.*