Hidayatullah.com — Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pendidikan hati adalah bagian terpenting dari ikhtiar membangun sumber daya manusia unggul. Hal ini ia sampaikan dalam forum bedah buku internasional di Masjid Istiqlal, beberapa waktu lalu.
“Orang bisa saja hebat secara intelektual, tapi kalau dia hatinya tidak bersih, hatinya itu kotor, maka dia bisa berbuat jahat dengan kecerdasannya,” kata Mu’ti seperti melansir situs resmi milik Muhammadiyah, Senin (01/11/2021).
Lantas Mu’ti menjelaskan melalui kutipan dalam Surat Al-Baqarah ayat 129 yang menunjukkan tiga tujuan kenabian. Tiga tujuan berupa menyampaikan risalah, menyucikan hati manusia dan mengajarkan kitab suci dan hikmah dalam ayat tersebut selaras dengan upaya pendidikan hati.
Mu’ti kemudian menlanjutkan dengan mengutip Surat Al-Hajj ayat ke-46 yang berupa teguran Allah mengapa manusia tidak menggunakan hati di samping akal yang dimiliki untuk ikut berpikir dan menimbang.
“Jadi sesungguhnya pendidikan itu harus mencerdaskan hati. Karena kalau kecerdasan pikiran, orang bisa merancang macam-macam, tapi kercerdasan itu seperti robot. Robot itu kan tidak ada perasaannya. Manusia itu justru menjadi manusia karena dia mempunyai rasa dan rasa itulah yang menjadikan manusia itu sebagai manusia, tapi rasa itu harus dibimbing oleh cahaya ilahi sehingga kalau cahaya ilahi itu tidak ada dalam hati dan rasa manusia, maka perasaan manusia itu bisa keliru,” ujarnya menjelaskan.
Selanjutnya, Mu’ti memberi contoh dari hilangnya pendidikan hati, yakni fitnah yang terjadi di masa ini seperti matinya kepakaran. Fenomena ini menurutnya melahirkan banyak orang yang tidak memiliki kapasitas namun merasa seakan-akan dirinya otoritatif. Termasuk dalam perkara agama.
“Fitnah yang terjadi pada masa sekarang ini ketika banyak orang yang sesungguhnya tidak berilmu tapi dia berfatwa. Dan ketika dia berfatwa, dia bighairi-ilmin. Berfatwa tapi sesungguhnya tidak berdasar ilmu, dasarnya macam-macam dan kemudian karena dia tidak berilmu, maka dia dhollu wa adhollu sesat dan menyesatkan orang lain,” tukas Mu’ti.*