Hidayatullah.com — Direktur Eksekutif SAFENet, Damar Juniarto menyampaikan saat ini pihaknya tinggal menunggu surat dari Presiden (surpres) agar Revisi Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) bisa dibahas.
Hal demikian ia utarakan dalam diskusi audiensi virtual dengan tema Revisi UU ITE Harus Lindungi Kebebasan Berekspresi, yang digelar Rabu (24/11/2021) melalui kanal Youtube Amnesty International Indonesia.
“Kami dari masyarakat sipil mengharapkan proses yang terbuka dalam pembahasan agar kami bisa memberi masukan terhadap revisi,” ujar Damar.
Damar menuturkan hasil revisi yang diinginkan adalah yang terbaik, ia mengaku tak mau kegagalan revisi tahun 2016 terulang kembali. Dengan waktu yang cukup, ia yakin bisa mulai di awal tahun, sambil mendengar masukan masyarakat sipil maupun pihak-pihak terkait seperti korban, akademisi.
Lebih lanjut Damar menuturkan rumusan revisi UU ITE disetujui untuk dipublikasikan dalam website DPR, baik itu naskah akademik maupun draft revisi agar dapat direspon banyak pihak seperti apa sebetulnya gagasan yang sudah diusulkan oleh pemerintah. “Saya sendiri punya harapan bahwa hasil revisi ini betul-betul menjawab apa yang diinginkan oleh kelompok masyarakat sipil,” tukasnya.
Sementara itu, perwakilan YLBHI, M. Isnur mengatakan penting bagi DPR untuk menyerap aspirasi seluruh masyarakat, jangan sampai revisi ini tidak menyelesaikan masalah, seperti potensi kriminalisasi, pasal karet, dan lain-lain. Jadi harus betul dipageri dengan semangat yang utama.
Karena menurut Isnur bukan hanya soal pasal, tapi juga ada norma dan pelaksanaan di lapangan yang harus diperhatikan. Bagaimana yang dilapangan tidak berpotensi kena seperti pasal umum, pasal multitafsir, itu menjadi potensi untuk disalahgunakan nanti. “jadi harus semakin ketat,” ungkapnya.
Adapun Nurina Savitri perwakilan Amnesty International Indonesia menyampaikan baiknya penghormatan terhadap hak atas kebebasan berekspresi di ruang publik menjadi semangat revisi UU ITE. Data korban pun sudah banyak. Mudah-mudahan DPR dan pemerintah membuka ruang seluas-luasnya untuk masukan.*