Hidayatullah.com— Ahli Psikologi Forensik dan Dosen, Reza Indragiri Amriel, membeberkan pekerjaan rumah (pr) negara pasca ditembaknya Dr Sunardi oleh Densus 88. Dr Sunardi sendiri meninggal dunia setelah ditembak di tempat dalam sergapan Densus 88 karena tuduhan terorisme.
Reza Indragiri Amriel, dalam keterangan yang diterima oleh Hidayatullah.com pada Selasa (15/3/2022), mengatakan ketika operasi Densus 88 menjatuhkan korban jiwa, kerap muncul kontroversi. Untuk mengatasinya, menurut Reza, penting bagi Polri untuk melengkapi para personel Densus 88 dengan body camera.
“Teknologi ini akan bermanfaat untuk kepentingan pemeriksaan jika nantinya muncul tudingan bahwa Densus 88 telah melakukan aksi brutal terhadap terduga teroris. Body camera, dalam berbagai studi, juga ampuh mencegah aparat menggunakan kekerasan secara berlebihan,” ungkapnya.
Tapi, menurut Reza, masalah ini tidak hanya sebatas menyangkut hidup matinya Dr. Sunardi dan benar tidaknya statusnya sebagai anggota jaringan terorisme. Dia berharap Polri juga memikirkan dampak pasca operasi terhadap keluarga korban, terutama anak-anak.
“Setiap kali Densus 88 melakukan penangkapan, apalagi sampai mengakibatkan terduga teroris meninggal dunia, akan sangat konstruktif jika Polri berperan aktif ikut memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak para terduga teroris tersebut,” ujar Reza.
Menurut Reza, yang merupakan orang pertama di Indonesia peraih gelar Master Psikologi Forensik, hal itu sudah merupakan tanggung jawab dan PR Negara yang diatur dalam undang-undang.
“Hal ini merupakan kewajiban sekaligus tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya (termasuk Polri) yang diatur dalam UU 35/2014,” kata dia.
“Kategori yang relevan bagi anak-anak tersebut adalah, pertama, mereka sebagai anak-anak korban terorisme. Dan, kedua, anak-anak korban stigmatisasi akibat kondisi orang tua mereka,” imbuh Reza.
Dengan perlindungan khusus tersebut, Reza berharap, semoga tidak ada anak-anak terduga teroris yang misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari rumah mereka. Juga, perlindungan khusus diharapkan bisa mencegah terjadinya regenerasi teror.
Terkait benar tidaknya Dr. Sunardi adalah bagian dari jaringan terorisme, Reza menyayangkan di Indonesia tak ada mekanisme untuk menguji. “Sayangnya kita tidak punya mekanisme untuk mengujinya, mengingat Dr. Sunardi sudah tewas.”
Reza pun berharap Indonesia bisa memberlakukan potthumous trial, alias pengadilan anumerta atau pengadilan post-mortem, yang merupakan persidangan yang diadakan setelah kematian terdakwa.
“Andai kita mengenal posthumous trial, persidangan bagi terdakwa yang sudah meninggal, maka diharapkan akan ada kepastian status para terduga teroris di mata hukum. Mungkin posthumous trial perlu diadakan sebagai bentuk penguatan terhadap operasi pemberantasan terorisme,” ungkapnya.
Sebelumnya, Densus 88/Antiteror tanpa peringatan menyergap dan menembak mati Dokter Sunardi saat perjalanan pulang dari praktik di klinik Ponpes Ulul Albab Polokarto. Korban hendak pulang ke rumahnya di Keluharan Gayam, Sukoharjo, pada Rabu (9/3/2022) sekitar pukul 21.15 WIB.
Polisi mengklaim Sunardi melakukan perlawanan dengan menabrakkan mobilnya ke mobil petugas. Ketika polisi meminta untuk berhenti, korban disebut malah mengendarai mobilnya secara zigzag hingga mengenai kendaraan yang melintas di jalan raya Bekonang-Sukoharjo. Mobil yang dikendarai dr Sunardi, menurut Polisi, baru berhenti setelah menabrak rumah warga.
Komnas HAM pun mengungkap akan memanggil Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terkait aksi tembak mati Dokter Sunardi (54) terkait tuduhan terorisme. Komnas HAM meminta Densus 88 melampirkan sejumlah bukti dokumen terkait penangkapan tersebut.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dalam keterangan resminya yang diunggah di YouTube Humas Komnas HAM RI pada Ahad (13/3/2022), akan meminta keterangan Densus 88 dan bukti yang menunjang.
“Penting bagi kami untuk meminta keterangan pada Densus 88. Semoga minggu depan kami dapat memanggil Densus 88 agar segera ada terangnya peristiwa keterangan yang komprehensif,” kata Choirul Anam.*