Hidayatullah.com — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah angkat bicara soal kontestasi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang mulai menghangat. Kedua organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia itu meminta partai dan politikus tak menggunakan politik identitas di Pemilu 2024.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf berharap politik identitas tak dipakai sebagai strategi untuk memenangkan Pemilu maupun Pilpres 2024.
“Kita sebetulnya sangat berharap bahwa dalam kompetisi nanti jangan sampai ada cara-cara yang memperalat identitas sebagai senjata,” kata Yahya dalam acara Forum Pemred di Hotel Raffles Jakarta Selatan, Jum’at (5/8/2022).
Yahya pun meminta peserta Pemilu 2024 nanti tak menonjolkan identitas agama. Apalagi jika membawa-bawa Nahdhatul Ulama.
“Jadi sebuntu apapun para kontestan ini di dalam menonjolkan atau di dalam menghadapi kompetisi yang ada kita mohon betul supaya jangan menggunakan identitas sebagai senjata. Apakah itu identitas etnik, identitas agama, termasuk identitas NU,” ucapnya.
Yahya pun berkelakar bahwa NU tak seberuntung Muhammadiyah dalam kompetisi politik. Sebab, menurutnya, NU kerap digunakan sebagai senjata identitas para kontestan Pemilu.
“Muhammadiyah ini bisa bebas mengambil jarak dari kompetisi semacam ini. NU ini mau lari pun dikejar-kejar. Jadi kita perlu punya perhatian yang lebih terkait dengan hal ini,” ujar Yahya, dilansir oleh CNN Indonesia.
Kelakar itu disahuti oleh Sekretaris Muhammadiyah Abdul Mu’ti yang mengakui posisi NU lebih sulit dalam kontestasi politik.
“Tetapi kalau NU ditarik-tarik itu memang sudah sesuai karena di NU itu bintangnya ada 9 Sehingga bintang itu ke mana kita memang tidak tahu,” canda Abdul.
“Nah Muhammadiyah tidak bisa ditarik-tarik karena pertama sedikit, yang kedua mataharinya cuma satu,” lanjutnya disambut gelak tawa.*