Hidayatullah.com– Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mengaku telah keluar dari agama Islam. Menyikapi itu, Majelis Ulama Indonesia menyatakan, pengakuan Gafatar mesti didalami dulu.
“Itu perlu penelitian yang lebih mendalam. Apakah benar demikian atau hanya modus (Gafatar) untuk lepas dari jeratan Undang-Undang (UU) Penodaan Agama,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Ustadz Zaitun Rasmin, saat dihubungi hidayatullah.com, Rabu, 18 Rabiuts Tsani 1437 (27/01/2016) malam.
Sehari sebelumnya, Selasa, Zaitun mewakili MUI mengikuti rapar koordinasi (rakor) dengan Kapolri Badrodin Haiti, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Agama Lukman Hakim, dan sejumlah menteri lainnya.
Dalam rakor di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta itu, dihasilkan sejumlah kesepakatan. Di antaranya, MUI diharapkan dapat mengeluarkan fatwa tentang Gafatar. Fatwa itu, kata Zaitun, akan dikeluarkan MUI dalam waktu dekat.
“Awal-awal Februari (2016) insya Allah,” ujarnya, yang pada Rabu malam baru tiba di Balikpapan, Kalimantan Timur, untuk menjenguk ayahnya di rumah sakit.
Hingga saat ini, kata dia, perwakilan MUI di Aceh dan Kalimantan Barat telah memfatwakan kesesatan Gafatar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun hidayatullah.com, dalam rakor tersebut, pihak MUI menjelaskan kepada para menteri terkait Gafatar. Organisasi itu, kata Zaitun, adalah metamorfosa dari Alqiyadah Al-Islamiyah, yang sebelumnya disebut komunitas Millah Abraham.
Penggunaan istilah Millah Abraham, jelasnya, bisa menjadi modus Gafatar untuk tidak terjerat UU Penodaan Agama.
Karena itu, lanjut Ketua Umum Wahdah Islamiyah ini, perlu penguatan dari sisi UU untuk mencegah berkembangnya aliran-aliran seperti Gafatar.
Rakor tersebut antara lain juga dihadiri Menteri Dalam negeri, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan HAM, dan lain sebagainya.
Sikap Gafatar
Seperti diketahui, mantan Ketua Umum Gafatar periode 2011-2015, Mahful Tumanurung, mengklaim, pelabelan sesat terhadap Gafatar oleh MUI salah alamat. Sebab, pengakuan dia, ajaran-ajaran Gafatar bukanlah bagian dari Islam sehingga tak bisa disebut menyimpang.
“Kami menyatakan sikap telah keluar dari keyakinan atau paham keagamaan Islam mainstream,” kata Mahful Tumanurung dalam jumpa pers di gedung LBH Jakarta, Selasa (26/01/2016).
Ia mengatakan, pada kongres 14 Agustus 2011, Gafatar menetapkannya sebagai ketua umum. Program utamanya pertanian mandiri. Namun, pada 13 Agustus 2015, organisasi Gafatar dibubarkan melalui kongres luar biasa.
Pembubaran itu, kata dia, dilakukan dengan berbagai alasan. Sejak itu, seluruh anggota Gafatar diberi kebebasan untuk tetap menjalankan program, beserta keyakinan yang dianut.
Gafatar, kata dia, tetap berpegang teguh pada paham Millah Abraham, sebagai jalan, yang diklaimnya, kebenaran tuhan.
Menurut Mahful, Gafatar diilhami dari ajaran-ajaran para nabi sebagaimana yang diyakini agama Islam. Namun, Gafatar tidak hanya mengakui kesucian al-Qur’an, tapi juga Taurat dan Injil.*