Hidayatullah.com– Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Abdul Mu’ti, menyampaikan duka cita kepada keluarga korban yang wafat dalam kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
PP Muhammadiyah sangat prihatin atas kekerasan yang terjadi di Mako Brimob yang dinilai merupakan tamparan keras bagi aparatur keamanan, khususnya Brimob yang selama ini dianggap sebagai pasukan elit di jajaran kepolisian.
Selanjutnya, PP Muhammadiyah mendesak Kapolri harus segera melalukan evaluasi atas kinerja jajarannya, termasuk penggunaan Mako Brimob sebagai tempat penahanan para tersangka tindak pidana.
Baca: PAHAM: Perlu Kejelasan Kewenangan Pengelolaan Rutan Mako Brimob
“Tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari ancaman terorisme. Peristiwa di Mako Brimob hendaknya menjadi peringatan dan pelajaran bahwa terorisme masih merupakan ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia,” ujar Abdul Mu’ti melalui rilis yang diterima hidayatullah.com.
Menurut PP Muhammadiyah, terorisme tidak ada kaitan dengan ajaran agama tertentu. Terorisme adalah ekspresi perlawanan dari mereka yang merasa diperlakukan tidak adil. Motifnya bisa karena ekonomi, politik, kebudayaan, identitas, dan ideologi baik agama maupun politik.
“Polisi seharusnya mengedepankan proses investigasi terhadap penyebab kejadian secara seksama dan bijaksana. Keterangan polisi yang simpang siur terkait penyebab kejadian bisa menurunkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat atas profesionalitas Polri sebagai aparatur keamanan.
Baca: Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, 5 Polisi dan 1 Napi Tewas
Jika ternyata ditemukan kesalahan dan keteledoran sudah seharusnya Kapolri memberikan sanksi yang tegas kepada jajarannya. Karena itu tidak seharusnya Polisi langsung menumpahkan tuduhan kepada para tahanan,” ujarnya.
Usaha pencegahan dan pemberantasan terorisme harus dilaksanakan secara komprehensif melibatkan berbagai pihak. Polisi sebagai aparatur keamanan bertanggung jawab terhadap penindakan. Sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan oleh elemen masyarakat termasuk organisasi agama, kepemudaan, media massa, dan sebagainya.
Baca: Pengamat: Kerusuhan Mako Brimob Bisa Jadi Karena Napi Sakit Hati pada Polisi
Menurutnya, pendekatannya juga harus menyeluruh, baik ekonomi, politik, pendidikan, olah raga, seni-budaya, agama, dan sebagainya. Tanpa perlu saling menyalahkan dan mengutuk.
“Sekarang saatnya semua pihak saling bekerja sama. Meskipun demikian, Presiden bisa memanggil Kapolri untuk memberikan laporan dan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku.
Hal demikian agar menjadi pembelajaran untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang,” tutupnya.*
Baca: Polisi yang Disandera Napi Bebas, Operasi di Mako Brimob Berakhir