Hidayatullah.com– Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim tengah menjadi perbincangan. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, lewat PMA itu pemerintah dinilai mewajibkan majelis taklim untuk mendaftar.
“Masyarakat diminta untuk tidak perlu resah dengan adanya PMA tentang Majelis Taklim karena semangat dari PMA ini adalah untuk memfasilitasi layanan publik dan pengaturan database registrasi Kemenag, agar masyarakat mengetahui tata cara untuk membentuk majelis taklim dan Kemenag memiliki data majelis taklim dengan baik,” ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com Jakarta, Selasa (03/12/2019).
Menurut Wamenag, terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kementerian Agama dalam melakukan koordinasi dan pembinaan.
“Adapun pembinaan yang dimaksudkan adalah ; memberikan penyuluhan dan pembekalan materi dakwah, penguatan manajemen dan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, dan pemberdayaan jamaah dan lain sebagainya,” sebutnya.
Termasuk, kata Zainut, pemberian bantuan pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. Menurutnya, untuk keperluan tersebut PMA ini bisa dijadikan dasar atau payung hukumnya.
“Hal ini tentu perlu ada data base bagi Kemenag untuk mengetahui majelis taklim yang sudah terdaftar dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,” sebutnya.
Untuk hal tersebut Pasal 6 ayat (1) PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama.
Baca: PP Muhammadiyah Tolak Peraturan Menag soal Majelis Taklim
Zainut mengakui, dalam pasal 6 itu, sengaja pihaknya menggunakan diksi “harus”, bukan “wajib” karena kata harus sifatnya lebih ke administratif, sedangkan kalau “wajib” berdampak sanksi.
“Jadi tidak ada sanksi bagi majelis taklim yang tidak mau mendaftar,” ujarnya.
Menurutnya, PMA ini juga dapat menjadi panduan masyarakat saat akan membentuk majelis taklim. Misalnya, salah satu persyaratan untuk mendirikan majelis taklim adalah jamaah. Dalam regulasi ini diatur jumlahnya minimal 15 orang. Hal ini katanya supaya majelis taklim yang dibentuk itu benar-benar ada jamaahnya, semakin banyak jamaahnya tentu semakin baik.
Selain jamaah, tambah Wamenag, persyaratan lainnya adalah ustadz, pengurus, sarana tempat/ domisili, dan materi. Semuanya dijelaskan dalam PMA ini sebagai pedoman publik.
“Jadi, PMA ini lebih ke arah memberikan fasilitasi dan untuk memudahkan koordinasi dalam pembinaan majelis taklim. Bukan bentuk intervensi negara dalam pengertian negatif tetapi justru untuk menguatkan peran, fungsi dan keberadaan majelis taklim,” pungkasnya.*