Hidayatullah.com — Bom bunuh diri yang terjadi di Masjid Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, Jum’at (15/4) lalu ditengarai hanya bertujuan untuk mengadu-domba antara kelompok-kelompok Islam dengan pihak kepolisian.
Bisa jadi hal itu juga untuk mematangkan situasi dan kondisi masyarakat menjelang pengesahan RUU Intelijen, bahwa RUU itu memang diperlukan untuk memberikan kewenangan lebih kepada lembaga intelijen guna mengantisipasi peristiwa semacam itu terulang di masa mendatang.
Demikian dikatakan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto saat menggelar konferensi pers ormas dan tokoh tokoh Islam di Kantor Pusat HTI di Jakarta, kemarin.
Ismail menegaskan, siapapun pelaku dan apa motivasinya, peristiwa ini harus dinyatakan tidak ada hubungannya dengan Islam atau perjuangan Islam, karena tindakan keji itu bertentangan sama sekali dengan ajaran Islam itu sendiri.
“Sangat jelas, ajaran Islam sangat melarang melukai atau membunuh siapapun tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i, terlebih bila itu dilakukan di saat orang sedang melaksanakan sholat Jum’at,” kata Ismail.
Pihaknya pun mengutuk keras pelaku bom bunuh diri itu sebagai tindakan biadab dan bertentangan sama sekali dengan ajaran Islam. Pihaknya pun menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas siapa pelaku dan apa motivasinya, termasuk siapa otak intelektual di balik aski.
Di samping itu, lanjut Ismail, pihaknya menolak keras jika peristiwa dikaitkan dengan kepentingan untuk segera melakukan pengesahan RUU Intelijen. Sebab, kata dia, keperluan untuk hadirnya badan intelijen yang baik tidak boleh dijadikan dasar lahirnya sebuah UU yang justru akan menimbulkan kemudharatan bagi rakyat, khusunya umat Islam.
Ia khawatir, hadirnya UU Intelijen yang terburu-buru hanya akan merugikan banyak pihak, khususnya umat Islam yang banyak menjadi korban di era Orde Baru.*