Hidayatullah.com– Asosiasi ahli hukum pidana menilai adanya bekas penyiksaan di tubuh sebagian dari 6 jenazah anggota Front Pembela Islam korban penembakan polisi, telah menjadi petunjuk terjadinya kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
“Ditemukan adanya tanda-tanda bekas penyiksaan pada sebagian besar tubuh korban sebagaimana disampaikan dalam keterangan pers DPP FPI. Hal ini menjadi petunjuk telah terjadi kejahatan HAM berat dan tindak pidana terorisme,” ujar President Association Criminal Law Expert Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. dalam keterangannya kepada pers di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (10/12/2020).
Sehingga, menurut Muhammad Taufiq tidak terjadi kasus tembak menembak antara aparat kepolisian dengan anggota FPI sebagaimana yang diklaim Polda Metro Jaya, Senin (07/12/2020).
“Kondisi demikian (ditemukan adanya tanda-tanda bekas penyiksaan) menjadi salah satu dalil bahwa yang terjadi adalah bukan tembak-menembak sebagaimana disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya,” ujar Muhammad Taufiq.
Ia juga menyatakan, tindakan pembuntutan adalah bentuk “tekanan psikis” terlebih lagi dilakukan di jalan tol. Dengan demikian, sangat wajar dilakukannya upaya penyelamatan terhadap Habib Rizieq Shihab dan keluarganya oleh para pengawal dari serangkaian tindakan yang mencurigakan.
“Di sini berlaku “keterpaksaan”, sehingga para pengawal tidak dapat berbuat lain selain melakukan upaya penyelamatan terhadap Habib Rizieq Shihab sekeluarga dari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Baca: Pakar Hukum Pidana Menilai Alasan Pembuntutan HRS Takut Pengerahan Massa Tidak Sesuai Hukum
Pernyataan Kapolda Metro Jaya yang menyebut akan adanya pengerahan kelompok massa untuk mengawal pemeriksaan Habib Rizieq Shihab di Polda Metro Jaya dan oleh karena itu dilakukan penyelidikan terhadap kebenaran informasi yang diterima tersebut, dinilai patut dipertanyakan.
“Di sini peristiwa dimaksud belum terjadi, dan oleh karenanya tidak pada tempatnya disebut sebagai penyelidikan. Oleh karena itu, tindakan pembuntutan dan penembakan yang mematikan terhadap keenam pengawal tersebut adalah tindakan yang tidak berdasar hukum, dan tidak ada alasan penghapus kesalahan/pertanggungjawaban pidana,” jelasnya.
Dengan terjadinya tindakan pembuntutan (tekanan psikis) dan penembakan yang mematikan, tambah Muhammad Taufiq, kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan dari proses penyidikan terhadap Habib Rizieq Shihab (in casu perkara protokol kesehatan).
“Di sisi lain tindakan pembuntutan yang berujung penembakan patut diduga termasuk kejahatan HAM berat (gross vilence of human rights) yang tergolong “extra ordinary crime”, selain juga termasuk tindak pidana terorisme,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, Ketua Umum DPP FPI Ustadz Ahmad Shabri Lubis dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (09/12/2020), menyampaikan kondisi keenam jenazah anggota FPI korban penembakan tersebut. Berikut salinan keterangan FPI:
“Terkait kondisi jenazah, perlu kami sampaikan informasi sebagai berikut :
1. Bahwa pada seluruh jenazah syuhada terdapat lebih dari 1 lubang peluru.
2. Bahwa tembakan terhadap para syuhada tersebut memiliki kesamaan sasaran, yaitu semua tembakan mengarah ke jantung para syuhada.
3. Dilihat dari bekas tembakan, menurut pendapat ahli yang hadir dalam pemandian jenazah, bahwa para syuhada ditembak dari jarak dekat.
4. Bahwa menurut ahli yang hadir dalam pemandian jenazah, tembakan ke arah jantung para syuhada tersebut ada yang dilakukan dari depan, bagian dada dan ada yang dilakukan dari belakang.
5. Bahwa pada tubuh sebagian besar para syuhada, terdapat tanda-tanda bekas penyiksaan.”
Untuk sementara, kata Ustadz Shabri Lubis, lima poin itu dulu yang bisa disampaikan FPI terkait kondisi fisik jenazah para korban penembakan yang disebut FPI sebagai syuhada.
“Alhamdulillah para syuhada sudah dimakamkan di lokasi pondok pesantren Mega Mendung (Bogor) pada hari Rabu, 9 Desember 2020, sekitar pukul 07.00 – 08.00 WIB,” tambahnya.*