Hidayatullah.com — Usulan Politikus Gerindra Fadli Zon agar Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror sebaiknya dibubarkan telah memantik perdebatan. Selain itu Fadli juga menyebut Densus 88 kuno dan Islamofobia.
“Pernyataan Direktur Pencegahan Densus 88, Kombes M Rosidi, yang menyatakan bahwa kemenangan Taliban di Afghanistan menginspirasi kelompok teroris di Indonesia, selain bentuk Islamofobia, juga mencerminkan pendekatan old school (kuno), ‘war on terror’,” ungkap Fadli.
Padahal, menurut Fadli dalam acara Catatan Demokrasi tvOne pada Selasa (12/10/2021), saat ini konstruksi pendekatan pemberantasan terorisme di level global sudah meninggalkan tradisi ‘old school’ semacam itu.
“Fenomena Taliban di Afghanistan, justru menandakan berakhirnya, narasi ‘war on terror”, yang tidak perlu kita lanjutkan, apalagi kita adopsi. Bahkan pemerintah AS sendiri saat ini mencoba untuk mulai terbuka mengakui Thaliban di Afghanistan, meski dengan sejumlah persyaratan,” ungkapnya.
Sebelumnya, melalui cuitan di Twitter pada 6 Oktober 2021, Fadli Zon menyerukan agar Densus 88 Antiteror Polri di bubarkan saja. Ia menyebut sikap dan tindakan Densus 88 berbau Islamofobia.
“Narasi semacam ini tak akan di percaya rakyat lagi, berbau Islamofobia,” kata Fadli Zon menanggapi berita tentang Densus 88 yang menyebut kemenangan Taliban di Afghanistan akan membangkitkan jaringan teroris di Indonesia.
“Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini di bubarkan saja,” katanya.
Ia menyebut tindak tanduk yang berbau terorisme memang wajib untuk di berantas hingga ke akar. Namun, bukan berarti narasi-narasi terkait hal itu itu di jadikan “bahan dagangan utama”.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Teroris memang harus di berantas, tapi jangan di jadikan komoditas,” ucap Fadli Zon.
Gaya Densus 88 yang kuno dan Islamofobia ini menurut Fadli, membuat apa yang ia sebut “analisis radikal-radikul” belakangan kembali berkembang. “Seolah terjadi kebangkitan kelompok radikal pasca-kembalinya rezim Taliban di Afghanistan,” tuturnya.
Fadli mengungkap bahwa hal itu adalah bentuk narasi lama yang selama ini terbukti destruktif dan tidak efektif dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.*