Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Amri Fatmi MA
Sejarahnya, Intifada pertama terjadi saat sopir truk Israel menabrak pekerja Palestina sampai 3 orang meninggal di pintu penyeberangan Aris. Hal ini memunculkan kemarahan rakyat seantero tahun 1978. Intifada pun terjadi berakhir dengan perjanjian Oslo tahun 1993.
Intifada ke-2 terjaditahun 2000 ketika PM Israel Ariel Sharon (laknatullahu alaih wan naru matswahu) memasuki Mesjid Al-Aqsha. Rakyat Palestina marah besar dan berakhir dengan pembangunan Israel terhadap pagar tembok apartheid untuk berlindung dari kemarahan rakyat Palestina.
Uniknya dalam Intifada al-Quds kali ini, mereka yang bergerak adalah remaja yang tinggal dalam tembok apartheid yang dibangun Israel. Mereka mengangkat pisau dengan heroik menikam para Zionis, padahal mereka harus membayar harga mahal yaitu mati syahid.
Semua yang melakukan itu ujungnya adalah meninggal. Tapi aksi penusukan melawan Zionis terus saja terjadi di mana-mana. Hal ini benar-benar membuat pemerintah dan intelijen penjajah terkejut bingung.
Intifada kali ini besar kemungkinan berlangsung lama karena rakyat Palestina didera kemarahan dan putus harapan pada pemimpin Palestina yang gagal membela rakyatnya bahkan melakukan koordinasi dengan pihak kemaanan penjajah untuk menahan rakyatnya. Juga kondisi Arab yang carut-marut tidak bisa diharap. [baca: Syeikh Salman Audah: Kemenangan Palestina Butuh Proses]
Kenapa Menikam?
Kita patut bangga saat Muslimin di dunia lemah, namun rakyat Al Quds Palestina dalam kungkungan penjajahan Israel sedikit pun tidak merasa terhina dan lemah.
Betapa banyak gambar dan video yang bisa dilihat para remaja dan pemuda menentang senjata Israel dengan dada face to face. Mereka melempar batu sambil menari dan tertawa. [Baca: Pemuda Palestina Main Futsal di Tengah Konfrontasi]
Ada yang mempertanyakan” kenapa harus menusuk dan menikam dengan pisau penduduk Zionis Israel?”
Jika ada pertanyaan seperti ini berarti yang bertanya tidak paham akar masalah. Justru yang menjadi pertanyaan tepatnya, “mengapa rela mengorbankan nyawa sendiri dengan menikam orang Israel yang kadang belum tentu mati?”
Apa yang menjadikan para pemuda Pelestina siap melakukan pengorbanan heroik sedemikian rupa? Mengapa mereka remaja dan pemuda itu siap mengorbankan hidup mereka di masa mereka sedang menjalani masa hidup produktif?
Pertanyaan sepert ini lebih mendekatkan kita terhadap jawaban problematika yang dihadapi oleh Muslimin Palestina dan keyakinan mereka.
Remaja Palestina mengajarkan bahwa tanah Palestina punya kesucian sendiri dan mereka adalah bagian dari tanah yang suci itu. Apalagi Al Aqsha yang menjadi simbol kesucian Islam yang pantang untuk dinodai. Mereka mengajarkan umat Islam untuk terus berbuat dan berjuang membela Islam dan tidak putus asa walau teknologi dan senjata berat tidak di tangan. Pemerintah Israel dipaksa menyadari kalau masalah Palestina tidak terletak ditangan politikus tetapi pada seluruh jasad dan jiwa rakyat Palestina.
Perlawanan terhadap Materialisme
Pakar Zionisme Timur Tengah Abdul Wahhab Al Masiri (2008) menjelaskan bahwa gerakan Intifada yang telah berlaku-berkali-kali dalam sejarah rakyat Palestina sejatinya adalah gerakan pemikiran melawan modernisme Barat, imperialism dan materialisme.
Ia gerakan memperkenalkan model baru perlawanan terhadap modernism Barat yang bergantung pada materialism dan militerisme.
Lebih dari itu, Intifada membuktikan bahwa keyakinan terhadap sesuatu yang mulia itu lebih mampu menjadikan manusia berbuat dan berjuang, ketimbang kemampuan teknologi dan ilmu yang tidak mengenal kemanusian. Wallahua’lam.*
Penulis adalah mahasiswa peserta program doktoral Universitas Al Azhar Kairo